Rabu, 03 April 2013

Mekanisme Pasar: Permintaan dan Penawaran

MASALAH ekonomi sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Tetapi ilmu ekonomi baru muncul di abad 18, melalui buku Adam Smith yang berjudul An lnquiri into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang kemudian dikenal sebagai The Wealth of Nations (1776). Itulah sebabnya Adam Smith dihormati sebagai bapak ilmu ekonomi modern. Bukan berarti sebelum masa itu tidak ada pemikir yang tertarik pada masalah ekonomi. Plato, filsuf Yunani abad 4 SM, dan Thomas Aquinas, rohaniwan Kristen abad 13 Masehi, adalali dua dan beberapa pemikir yang mendahului Adam Smith. Tetapi mengapa ilmu ekonomi belum muncul sampai masa Adam Smith? Jawabannya adalah baik Plato maupun Aquinas mencoba memecahkan masalah ekonomi dengan pendekatan moral dan teologis. Sedangkan Smith melihatnya dari sudut rasionalitas. Misalnya, zaman dahulu kemiskinan dianggap sebagai takdir. Tetapi semenjak zaman modern (abad 18) kemiskinan dipandang ada kaitannya dengan ketidakmampuan bekerja produktif at au karena tidak memiliki tanah.

Smith memandang perekonomian sebagai sebuah sistem seperti halnya alam semesta. Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan penstabil otomatis untuk menjaga keseimbangannya. Masalah-masalah ekonomi merupakan gangguan keseim-bangan sistem. Masalah akan pulih jika keseimbangan dipulihkan. Kekuatan yang mampu mengendalikan sistem ekonomi, disebutnya sebagai tangan gaib (invisible hand). Analisis-analisis semenjak masa Smith telah mewujudkan suatu analisis ekonomi yang memberikan gambaran tentang berbagai aspek kegiatan ekonomi suatu negara.

Cara pandang Smith tentang perekonomian merupakan hasil pergaulan intensifnya dengan Quesnay, seorang dokter kekaisaran Perancis. Quesnay merupakan tokoh utama kelompok Psyokrat, yaitu kelompok yang merintis analisis ekonomi dengan pendekatan IImu Pengetahuan Alam (Sciences).

Pemikiran Adam Smith dikembangkan antara lain oleh Jean Baptiste Say, Thomas Malthus, dan David Richardo, terbentuklah pemikiran tentang pasar. Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ekonomi, pasar bersifat interaktif, bukan fisiko Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.

1.  Permintaan          
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Supaya lebih akurat kita memasukkan dimensi geografis. Misalnya ketika berbicara tentang permintaan pakaian di Jakarta, kita berbicara tentang berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga dalam satu periode waktu tertentu, per bulan atau per tahun, di Jakarta.

a. Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, yaitu:
v  Harga barang itu sendiri
v  Harga barang lain yang terkait
v  Tingkat pendapatan per kapita
v  Selera atau kebiasaan
v  Jumlah penduduk
v  Perkiraan harga di masa mendatang
v  Distribusi pendapatan
v  Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan

1) Harga Barang Itu Sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu bertambah. Begitu juga sebaliknya. Hal ini membawa kita ke hukum permintaan, yang menyatakan "Bila harga suatu barang naik, ceteris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya."

2) Harga Barang Lain yang Terkait
Harga barang lain juga dapat memengaruhi permintaan suatu barang, tetapi kedua macam barang tersebut mempunyai keterkaitan. Keterkaitan dua macam barang dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (penggenap). Misalnya, barang substitusi dari daging ayam adalah daging sapi, ikan atau tempe. Suatu barang menjadi substitusi barang lain bila terpenuhi paling tidak salah satu syarat dari dua syarat: memiliki fungsi yang sarna dan atau kandungan yang sama. Dalarn hal ini, bila harga substitusi daging sapi (misalnya daging ayam) meningkat, harga relatif daging sapi menjadi lebih murah, sehingga permintaan daging sapi meningkat. Sedangkan kalau harga komplemen daging sapi (misalnya beras) turun, permintaan terhadap beras meningkat, sehingga permintaan daging sapi mungkin meningkat pula. Contoh lain dua macam barang yang mempunyai hubungan komplementer adalah BBM dan mobil. Bila dua macam barang tidak mempunyai hubungan dekat (keterkaitan), maka perubahan harga satu barang tidak memengaruhi permintaan barang satunya lagi. Bila harga pensil naik, misalnya, tidak ada pengaruhnya terhadap permintaan daging sapi, karena antara pensil dan daging sapi tidak berkorelasi, baik sebagai barang substitusi maupun barang komplemen.

3) Tingkat Pendapatan PerKapita
Tingkat pendapatan per kapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat.

4) Selera atau Kebiasaan
Selera atau kebiasaan juga dapat memengaruhi permintaan suatu barang. Beras misalnya. Walaupun harganya sama, permintaan beras per tahun di provinsi Maluku lebih rendah dibanding dengan di Sumatra Utara. Mengapa? Karena orang-orang Maluku lebih menyukai sagu (sejak kedl mereka makan sagu). Sebaliknya di Sumatra Utara, selain lebih menyukai beras, ada kebiasaan (adat) yang mem-butuRkan beras, terutama di kalangan masyarakat Batak, pada saat acara pernikahan.

5) Jumlah Penduduk
Kita ambil contoh beras lagi. Sebagai makanan pokok rakyat Indonesia, maka permintaan beras berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Makin banyak jumlah penduduk, permintaan beras makin banyak.

6) Perkiraan Harga di Masa Mendatang
Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli. barang itu sekarang, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang

7) Distribusi Pendapatan
Tingkat pendapatan per kapita bisa memberikan kesimpulan yang salah bila distribusi pendapatan buruk. Artinya sebagian keeil kelompok masyarakat menguasai begitu besar "kue" perekonomian. Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya beli seeara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun. (Pembahasan mengenai distribusi pendapatan dapat Anda baea di Bab 15).

8) Usaha-usaha Produsen Meningkatkan Penjualan
Dalam perekonomian yang modem, bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam memengaruhi masyarakat. Pengiklanan memungkinkan masyarakat untuk mengenal suatu barang baru atau menimbulkan permintaan terhadap barang tersebut. Di samping itu, untuk barang-barang yang sudah lama, pengiklanan akan mengingatkan orang tentang adanya barang tersebut dan menarik minat untuk membeli. Usaha-usaha promosi penjualan lainnya, seperti pemberian hadiah kepada pembeli apabila membeli suatu barang atau iklan pemberian potongan harga, sering mendorong orang untuk membeli lebih banyak daripada biasanya.

b. Fungsi Permintaan
Fungsi permintaan adalah permintaan yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Dengan fungsi permintaan, maka kita dapat mengetahui hubungan antara variabel tidak bebas (dependent variable) dan variabel-variabel bebas (independent variables).

Penjelasan di muka dapat ditulis dalam bentuk persamaan matematis yang menjelaskan hubungan antara tingkat permintaan dengan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan.

                           -   +/-            +         +    +    +   +        +
              Dx = f (Px, Py, Y / cap, sel, pen, Pp, Y dist, prom) .................................................. (2.1)

di mana    :      Dx       =     permintaan barang X
                        Px       =     harga X
                        Py       =     harga Y (barang substitusi at au komplemen)
                        Y/cap =     pendapatan per kapita
                        sel       =     selera atau kebiasaan
                        pen      =     jumlah penduduk             
                        Pp       =     perkiraan harga X periode mendatang
                        Ydist    =     distribusi pendapatan
                        prom   =     upaya produsen meningkatkan penjualan (promosi)

Dx adalah variabel tidak bebas (dependent variable), karena besar nilainya ditentukan oleh variabel-variabel lain, yaitu yang berada di sisi kanan Persamaan (2.1). Variabel-variabel ini disebut variabel bebas (independent variable), karena besar nilainya tidak tergantung besamya nilai variabel lain.
Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap perrnintaan barang X. Tanda positif menunjukkan hubungan searah, sedangkan tanda negatif menunjukkan hubungan terbalik. Misalnya, pertambahan jurnlah penduduk (pen) akan meningkatkan perrnintaan barang X. Sementara jika harga X (Px) naik, perrnintaan barang X turun .
Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan. Biasanya yang diperhitungkan adalah yang pengaruhnya besar dan langsung. Oalam hal ini variabel yang dianggap memengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan.

Persamaan (2.1) dapat disusun dengan lebih sederhana menjadi Persamaan (2.2).
              -   +/-      + 
            Dx = f(Px, Py, Y / cap) ................................................................................................ (2.2)

Tanda-tanda positif atau negatif dapat ditulis dalam persamaan matematis ∂Dx/∂Px < 0 (jika harga X naik, permintaan barang X turun, atau sebaliknya), ∂Dx/oPy > 0 (jika harga barang substitusi X naik, permintaan barang X naik, begitu sebaliknya). ∂Dx/ol > 0 (jika pendapatan naik, permintaan barang X naik, dan sebaliknya).

Persamaan-persamaan di atas menjelaskan hubungan-hubungan antar variabel dengan asumsi barang normal. Di luar asumsi itu akan terjadi penyimpangan pola hubungan.

Dalam kasus barang inferior (inferior goods), ∂Qd/∂I < 0; Jika pendapatan naik maka perrnintaan terhadap barang tersebut menurun. selain barang inferior, kita juga mengenal barang Giffen (Giffen goods). Barang Giffen adalah juga barang inferior, namun barang inferior belum tentu barang Giffen. Seseorang, rnisalnya, yang bekerja di Jakarta sedangkan keluarganya tinggal di Bandung, ia akan pulang serninggu sekali (setiap hari Jumat sore). Oengan pendapatan               Rp 2 juta per bulan, ia selalu menggunakan bus antarkota bila pulang ke Bandung. Jika penghasilannya naik menjadi Rp 3,5 juta per bulan, ia tidak lantas akan sering pulang ke Bandung (dengan naik bus), melainkan tetap pulang serninggu sekali, tetapi ia kadang-kadang naik kereta api Parahyangan. Kita katakan bahwa bagi orang tadi jasa bus adalah barang inferior dan jasa kereta api Parahyangan (pada saat itu) merupakan barang normal (normal goods). Bila kelak penghasilannya naik lagi, mungkin baginya jasa kereta api Parahyangan menjadi barang inferior, karena kadang-kadang ia akan naik mobil pribadi ke Bandung. Jadi barang inferior tidak berlaku bagi semua (kebanyakan) orang, melainkan hanya berlaku bagi suatu kelompok ma~yarakat berpenghasilan tertentu saja. Apabila bagi semua orang (atau sebagian besar masyarakat) suatu barang dianggap sebagai barang inferior, maka barang tersebut dinamakan barang Giffen. Contoh barang Giffen adalah beras (nasi). Bagi kebanyakan orang 'Indonesia, ada kecenderungan bahwa kalau penghasilannya meningkat, konsumsinya terhadap beras akan berkurang, karena mereka akan menambah lauknya (baik secara kuantitas maupun ,kualitas). Kenyang bagi mereka sudah tidak lagi kenyang secara fisik, melainkan kenyang secara gizi. Anda dapat membuktikan hal ini dengan cara mengamati orang-orang yang makan di Warung Tegal atau Warteg (di dekat proyek pembangunan pemmahan, bukan Warteg yang berada di kampus), dan di restoran, misalnya, Kentucky Fried Chicken, serta di restoran yang berada di hotel berbintang lima. Jika Anda perhatikan, porsi nasi bagi konsumen di tiap-tiap mmah makan di atas berbeda secara nyata.

Gejala ini pertama kali ditemukan Sir Robert Giffen di Irlandia, yaitu meningkatnya harga kentang menyebabkan jumlah yang dibeli meningkat, begitu sebaliknya. Penjelasan tentang gejala ini akan dibahas dalam bab tentang perilaku konsumen (Bab 4).

c. Skedul dan Kurva Permintaan
Skedul permintaan adalah daftar hubungan antara harga suatu barang dengan tingkat permintaan barang tersebut.
Misalnya, fungsi permintaan beras di kota Brebes per bulan mempakan fungsi linear berikut ini,

            Qd = 100 - lOP ............................................................................................................ (2.3)

di mana    :    Qd     =   permintaan beras (dalam ribu ton)
                     P       =   harga beras per kilogram (dalam rupiah)

Dari Persamaan (2.3) kita menyimpulkan bahwa jika harga beras nol (gratis), permintaan beras tidaklah tak terhingga, melainkan hanya 100.000 ton. Permintaan beras akan menjadi nol kalau harga beras Rp 10.000,00 atau lebih per kilogram. Kita dapat juga menentukan berapa jumlah permintaan beras pada berbagai tingkat harga antara nol mpiah sampai Rp 10.000,00 per kilogram, seperti yang tertera dalam skedul permintaan berikut ini.

Tabel 2.1
Skedul Permintaan Beras

Harga Beras
Per Kilogram
Permintaan beras
Per bulan (ribu ton)
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
100
80
60
40
20
0


Selanjutnya skedul permintaan di atas dapat digambarkan dalam bentuk kurva permintaan dua dimensi berikut ini.
Diagram 2.1
Kurva Permintaan Beras

 
Sudut (alfa) mempunyai derajat kemiringan (slope) sebesar ∂Qd/∂P = ­10 (minus sepuluh), yang mempunyai arti jika harga beras berubah 1 unit maka permintaan beras berubah 10 unit dengan arah yang berlawanan.

d. Perubahan Jumlah yang Diminta dan Perubahan Permintaan
Perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama, yaitu perubahan harga dan perubahan faktor ceteris paribus, misalnya pendapatan, selera, dan sebagainya (faktor nonharga).
Perubahan harga menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta, tetapiperubahan itu hanya terjadi dalam satu kurva yang sama. lni yang disebut pergerakan permintaan sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve). Bila kurva permintaan di atas kita ambil sebagai contoh, berikut ini adalah pergerakan permintaan sepanjang kurva permintaan.

Diagram 2.2
Pergerakan Sepanjang
Kurva Permintaan Beras



Pada harga beras Rp 4.000,00 per kilogram, permintaan beras 60.000 ton per bulan. Jika harga naik menjadi Rp 6.000,00 per kilogram, permintaan turun menjadi 40.000 ton per bulan. Seandainya harga beras turun kembali menjadi Rp2.000,00 per kilogram, permintaan beras meningkat kembali menjadi 80.000 ton per bulan. Jika yang berubah adalah faktor ceteris paribus, yaitu pendapatan, maka akan terjadi pergeseran kurva permintaan (shifting). Jika pendapatan meningkat, kurva permintaan bergeser sejajar ke kanan. Jika pendapatan menurun, kurva permintaan bergeser sejajar ke kiri.

Diagram 2.3
Pergeseran Kurva Permintaan Beras



Jadi, jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga (barang itu sendiri). Kenaikan harga akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dan bila harganya turun akan menambah jumlah yang diminta. Sedangkan apabila faktor-faktor nonharga yang berubah, akan menyebabkan perubahan dalam permintaan. Perubahan dalam permintaan ini ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan ke kanan atau ke kiri, yang memberikan makna bahwa perubahan faktor non harga (misalnya pendapatan konsumen naik, ceteris paribus) akan menyebabkan perubahan permintaan (menaikkan permintaan), yaitu pada tingkat harga yang tetap jumlah barang yang diminta bertambah.

e. Kasus Pengecualian
Di atas telah dijelaskan ten tang hukum permintaan. Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, yaitu kalau harga suatu barang naik justru permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Paling tidak ada tiga kelompok barang di mana hukum permintaan tidak berlaku.

1) Sarang yang Memiliki Unsur Spekulasi
Misalnya saja emas, saham, dan tanah (di kota). Barang-barang itu dapat menyebabkan orang akan menambah pembeliannya pada saat harganya naik, karena ada unsur spekulasi. Mereka mengharapkan harga akan naik lagi pada saat harga barang itu naik, dengan demikian mereka mengharapkan akan memperoleh keuntungan.

2) Sarong Prestise
Barang-barang yang dapat menambah prestise seseorang yang memilikinya umumnya berharga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan terhadap barang itu meningkat, karena bagi orang yang membeli berarti gengsinya naik. Contohnya adalah mobil mewah, lukisan dari pelukis terkenal (apalagi pelukisnya sudah meninggal dunia), atau barang-barang antik.

3) Barang Giffen
Untuk barang Giffen (Giffen good), apabila harganya turun menyebabkan jumlah barang yang diminta akan berkurang. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang Giffen lebih besar daripada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek substitusi yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu barang harganya turun, ceteris paribus, maka pendapatan nyata (real income) konsumen bertambah. Untuk kasus barang Giffen, kenaikan pendapatan nyata konsumen justru mengakibatkan permintaan terhadap barang tersebut menjadi berkurang. (Pendapatan nyata adalah pendapatan yang berdasarkan daya beli, artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan atau penunman harga. Pendapatan yang belum memperhatikan faktor perubahan harga dinamakan pendapatan nominal atau money income).

2. Penawaran
Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pad  berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Faktor-faktor yang menentukan tingkat penawaran adalah harga jual barang yang bersangkutan, serta faktor-faktor lainnya yang dapat disederhanakan sebagai faktor non harga.

a. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penawaran
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi penawaran suatu barang, yaitu:
v  Harga barang itu sendiri
v  Harga barang lain yang terkait
v  Harga faktor produksi
v  Biaya produksi
v  Teknologi produksi
v  Jumlah pedagang/penjual
v  Tujuan perusahaan
v  Kebijakan pemerintah

1) Harga Barang Itu Sendiri
Jika harga suatu barang naik, maka produsen cenderung akan menambah jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini membawa kita ke hukum penawaran, yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang ter-sebut yang ditawarkan penjual. Hukum penawaran menyatakan "Semakin tinggi harga suatu barang, ceteris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya".

2) Harga Barang Lain yang Terkait
Barang-barang substitusi dapat memengaruhi penawaran suatu barang. Misalkan, dikarenakan kenaikan biaya produksi di luar negeri, atau kenaikan tarif impor, baju yang diimpor menjadi bertambah mahal harganya. Konsumen baju impor sekarang lebih suka membeli baju buatan dalam negeri sehingga permintaan terhadap baju produksi dalam negeri meningkat. Kenaikan permintaan ini pada gilirannya akan mendorong para produsen dalam negeri untuk meningkatkan hasil produksinya, sehingga penawaran baju meningkat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa apabila harga barang substitusi naik, maka penawaran suatu barang akan bertambah, dan sebaliknya. Sedangkan untuk barang komplemen, dapat kita nyatakan bahwa apabila harga barang komplemen naik, maka penawaran suatu barang berkurang, dan sebaliknya.

3) Harga Faktor Produksi
Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga bahan baku yang meningkat, atau kenaikan tingkat bunga modal, akan menyebabkan perusahaan memproduksi outputnya lebih sedikit dengan jumlah anggaran yang tetap. Kenaikan harga faktor produksi ini juga akan mengurangi laba perusahaan. Apabila tingkat laba suatu industri tidak menarik lagi, mereka akan pindah ke industri lain, dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya penawaran barang.

4) Biaya Produksi
Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran barang itu berkurang.

5) Teknologi Produksi
Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, dan menciptakan barang-barang baru. Dalam hubungannya dengan penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.

6) Jumlah Pedagang/Penjual
Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka penawaran barang tersebut akan bertambah.

7) Tujuan Perusahaan
Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba, bukan memaksimum­kan hasil produksinya. Akibatnya, tiap produsen tidak berusaha untuk me­manfaatkan kapasitas produksinya secara maksimum, tetapi akan mengguna­kannya pada tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum.
Namun demikian, sering kita temui produsen yang mempunyai tujuan lain dalam berproduksi. Misalnya, ada perusahaan yang tidak mau menanggung risiko mereka cenderung melakukan kegiatan produksi yang lebih "aman" meskipun hal itu menyebabkan tingkat keuntungannya menjadi lebih sedikit. Sedangkan BUMN, misalnya, lebih mementingkan mencapai tingkat produksi yang maksimum (agar tingkat kemakmuran masyarakat meningkat), dan bukan keuntungan yang maksimum. Dengan demikian penawaran suatu barang dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai produsen.

8) Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah juga dapat memengaruhi penawaran suatu barang. Di Indonesia, beras merupakan makanan utama. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi impor beras dan meningkatkan produksi dalam negeri guna tercapainya swasembada beras, menyebabkan para petani menanam padi tertentu yang memberikan hasil banyak setiap panennya. Kebijakan ini jelas menambah supply beras dan keperluan impor beras dapat dikurangi.
Sama halnya dengan permintaan, analisis penawaran dapat diseder­hanakan, dianalogikan dengan permintaan. Diagram 2.4 menggambarkan jika yang berubah adalah harga, maka terjadi pergerakan sepanjang kurva penawaran (movement along supply curve). Berarti, perubahan harga akan menyebabkan perubahan jumlah yang ditawarkan. Jika yang berubah adalah faktor nonharga (ceteris paribus), maka kurva penawaran bergeser ke kiri atau ke kanan. Bergeser ke kanan berarti jumlah yang lebih banyak akan ditawarkan pada sembarang harga yang tetap, dan bergeser ke kiri berarti jumlah yang lebih sedikit akan ditawarkan pada harga yang tetap mana pun.

b. Fungsi Penawaran
Fungsi penawaran adalah penawaran yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penjelasan di muka dapat ditulis dalam bentuk persamaan matematis yang menjelaskan hubungan antara tingkat penawaran dengan faktor-faktor yang memengaruhi penawaran.

            +   +/-  -    -    +      +   +/-    +
            5x = f(Px, Py, Pi, C, tek, ped, tuj, kebij) ...................................................................... (2.4)

Dimana    :    Sx          = penawaran barang X           
                     Px          = harga X
                     Py          = harga Y (barang substitusi atau komplemen)
                     Pi           = harga input
                     C            = biaya produksi
                     tek         = teknologi produksi
                     ped        = jumlah pedagang/penjual
                     tuj           = tujuan perusahaan
                     kebij       = kebijakan pemerintah

Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap penawaran barang X.

Misal, fungsi penawaran mobil adalah:
           
Qs = -40 + 5P             (2.5)

di mana    :    Qs     =   jumlah mobil yang ditawarkan (ribu unit) per tahun
                     P       =   harga mobil per unit (puluh juta rupiah per unit)
                
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa bila harga mobil per unit hanya Rp 80 juta atau kurang, produsen tidak mau menjual mobil. Setiap satu unit kenaikan harga menyebabkan penawaran mobil meningkat lima unit. Jika yang berubah adalah faktor nonharga seperti teknologi, kurva penawaran bergeser (shifting) dari S0 ke S1.


Diagram 2.4
Kurva Penawaran Mobil

c. Kasus Pengecualian
Kadang-kadang kita temui pula adanya kurva penawaran yang mempunyai slope negatif. Contoh yang sering kita jumpai adalah kurva penawaran akan tenaga kerja yang berbenhlk melengkung membalik (backward bending labour supply curve). Misalnya saja, seorang pekerja yang dibayar berdasarkan jumlah jam kerjanya. Tabel berikut menunjukkan jumlah jam yang ingin ia gunakan untuk bekerja (penawaran tenaga kerja) pada berbagai tingkat upah per jam yang berbeda-beda.


Tabel 2.2.
Penawaran Tenaga Kerja

Upah per jam
(dalam rupiah)
Jumlah jam kerja
Per minggu
2.000
4.000
8.000
12.000
14.000
16.000
18.000
4
12
20
24
25
23
20

Dari data di atas dapat kita buat titik-titik antarakedua variabel serta kemudian menghubungkan titik-titiknya yang membentuk suatu garis sebagaimana tampak dalam Diagram 2.5. Pada tingkat upah yang rendah (Rp2.000,00 sampai Rp14.000,00) adalah normal, diperoleh bentuk kurva penawaran yang positif. Bagi pekerja tadi, akan memberikan manfaat dengan menambah jumlah jam kerja bila tingkat upah naik pada saat itu. Pada tingkat upah yang lebih tinggi dari Rp14.000,00 per jamnya, ia cenderung akan mengurangi jumlah jam kerja yang ditawarkan untuk bekerja. Ia ingin bisa lebih santai untuk menikmati hasil kerjanya yang diperoleh selama masa se­belumnya, sedangkan pendapatan yang diterimanya tetap atau bahkan masih bisa meningkat sedikit. Hal ini wajar, karena pendapatannya sudah cukup tinggi, sehingga ia sudah memiliki rumah dan vila yang bagus, mobil, dan barang-barang kon-sumsi lain, yang kesemuanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk bisa menikmatinya. Dengan demikian bentuk kurva penawaran akan tenaga kerjanya akan melengkung dan membalik ke arah yang berlawanan, atau kurvanya mempunyai kemiringan negatif. Contoh yang sering dikemukakan seperti ilustrasi di atas adalah dokter. Bagi seorang dokter spesialis yang tarifnya sudah tinggi (misalnya di atas Rp 100.000,00 untuk sekali periksa pasien), ia cenderung akan mengurangi jam praktiknya, dan menambah leisure time-nya.

Diagram 2.5
Backward Bending Labour Supply Curve


3. Harga Keseimbangan
Harga keseimbangan adalah harga di mana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi dan dijual. Permintaan sama dengan penawaran. Jika harga di bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan pemintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan penawaran rnenjadi berkurang. Sebaliknya jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah permintaan menurun.

Kasus Pasar Mobil Sedan

Permintaan   :    Qd     =   200 – 10P
Penawaran   :    Qs     = -40 + 5P
di mana        :    Qd, Qs   =       ribu unit per tahun
                          P            =       puluh juta rupiah per unit

Keseimbangan Pasar:
                          Qd              = Qs
                          200 - lOP    =  -40 + 5P
                          240             = 15P
                          P                 = 16
                          Qd              = 200 - 10(16) = 40
                          Qs              = -50 + 5(16) = 40

Keseimbangan terjadi pada saat harga mobil Rp160 juta per unit. Saat itu jumlah permintaan sama dengan jumlah penawaran, yaitu 40.000 unit mobil per tahun.
Jika harga mobil ditetapkan Rp150 juta per unit (di bawah harga keseimbangan), maka akan terjadi kelebihan permintaan sebanyak 15.000 unit mobil per tahun. Jika harga mobil ditetapkan Rp170 juta per unit (di atas harga keseimbangan), terjadi kelebihan penawaran sebanyak 15.000 unit mobil per tahun.


Diagram 2.6
Keseimbangan Pasar Mobil



4. Perubahan Keseimbangan Pasar
Perubahan keseimbangan pasar terjadi bila ada perubahan di sisi permintaan dan atau penawaran. Jika faktor yang menyebabkan perubahan adalah harga, keseimbangan akan kembali ke titik awal (Diagram 2.7.a). Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor ceteris paribus seperti teknologi untuk sisi penawaran, atau pendapatan untuk sisi permintaan, keseimbangan tidak kembali ke titik awal (Diagram 2.7.b dan 2.7.c).

Diagram 2.7
Perubahan Keseimbangan Pasar

5. Surplus Ekonomi
Dasar pendekatan yang digunakan untuk analisis pasar adalah marjinalis (marginalism approach), yang mengatakan bahwa keputusan dalam memproduksi atau mengonsumsi ditentukan oleh berapa besar tambahan pendapatan atau manfaat dari unit terakhir barang yang diproduksi atau dikonsumsi. Konsekuensi dari pemikiran ini, bagi produsen adalah dia tidak menetapkan harga yang sama untuk setiap jumlah penjualan. Jika kasus pasar mobil di atas digunakan kembali sebagai contoh, satu unit mobil pertama dijual dengan harga Rp 82 juta, sedangkan unit kedua baru akan dijual jika harganya Rp84 juta dan seterusnya. Sebaliknya bagi konsumen untuk 1 unit pertama bersedia membeli dengan harga Rp199 juta. Tetapi untuk unit selanjutnya, sebut saja unit kedua, konsumen hanya mau membeli dengan harga di bawah Rp199 juta, yaitu Rp198 juta. Alasannya tambahan manfaat dari tambahan pemakaian mobil telah menurun.

Pada saat keseimbangan, konsumen membayar mobil yang dibeli jauh Lebih sedikit dibanding kesediaan membayar. Sebaliknya produsen menerima uang lebih banyak daripada yang sebenamya mereka harapkan.

Apa yang dialarni oleh konsumen disebut surplus konsumen (consumer surplus), yaitu selisih antara jumlah yang konsumen sedia bayarkan dengan yang harus dibayar. Untuk produsen disebut surplus produsen (producer surplus), yaitu selisih antara jumlah yang diterima dengan yang mereka harapkan untuk dibayar.

Dalam kasus pasar mobil, surplus konsumen jumlahnya seluas segi tiga ABE, yang merupakan selisih luas trapesium OBEC (jumlah yang konsumen bersedia membayar) dengan segi empat OAEC Gumlah yang harus konsumen bayar). Jurnlah surplus produsen seluas segi tiga FAE yang merupakan selisih antara luas segi empat OAEC (jumlah yang konsumen bayarkan) dengan trapesium OFEC Gumlah yang produsen bersedia dibayar).

Teori surplus ekonorni sangat bermanfaat dalam menganalisis dampak campur tangan pemerintah. Campur tangan pemerintah dianggap makin buruk bila total kehilangan surplus ekonomi (kehilangan surplus konsumen + surplus produsen) makin besar. Dalam buku teks berbahasa Inggris, ini disebut deadweight loss.

 

Diagram 2.8
Surplus Produsen dan Surplus Konsumen
  


6. Kegagalan Pasar
Pasar dapat menjadi alokasi sumber daya yang efisien, bila asumsi­asumsinya terpenuhi, antara lain pelaku bersifat rasional, memiliki informasi sempurna, pasar berbentuk persaingan sempurna dan barang bersifat privat. Proses pertukaran (exchange) tidak terbatasi dimensi waktu dan tempat (timeless dan placeless). Sayangnya, kenyataan tidak seperti dunia ideal. Banyak asumsi tidak cocok dengan lapangan. Akibatnya pasar gagal menjadi alat alokasi sumber daya yang efisien (market failure).

a. Informasi Tidak Sempurna (Incomplete Information)
Dalam kenyataan kita tidak pemah tahu persis tentang kualitas barang yang digunakan. Misalnya ketika membeli mobil bekas. Untuk memperoleh informasi tentang mobil itu, seringkali harus membayar. Misalnya dengan menyewa montir mobil yang ahli mesin dan dapat dipercaya. Demikian juga perusahaan-perusahaan yang ingin merekrut pegawai. Untuk mengetahui kualitas calon pegawai, mereka terpaksa menggunakan konsultan, yang untuk menikmati jasanya, perusahaan harus membayar.

b.  Daya Monopoli (Monopoly Power)
Asumsi pasar persaingan sempurna adalah produsen begitu banyak dan kecil-kecil sehingga secara individu tidak mampu memengaruhi pasar. Keputusan produsen dalam memasok bereferensi pada harga yang berlaku di pasar (price taker). Dalam kenyataannya sering terjadi dalam pasar hanya ada satu (monopoli) atau beberapa produsen (oligopoli) yang begitu kuat. mereka mampu memengaruhi pasar dengan menentukan tingkat harga (price taker). Kemampuan itu menyebabkan barang yang diproduksi lebih sedikit, harga yang lebih tinggi, dibanding dalam pasar persaingan sempurna.

c. Eksternalitas (Externality)
Eksternalitas adalah keuntungan atau kerugian yang dinikmati atau diderita pelaku ekonomi sebagai akibat tindakan pelaku ekonorni yang lain, tetapi tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan biaya secara formal. Misalnya, di Provinsi Lampung banyak pabrik tapioka yang mencemarkan lingkungan dengan membuang limbahnya ke sungai. Kerugian yang diderita masyarakat sekitarnya tidak masuk dalam perhitungan biaya produksi tapioka. Akibatnya, walaupun secara finansial biaya produksi tapioka menjadi murah (tidak perlu investasi fasilitas pengolahan limbah), secara ekonomis biayanya mahal; Sebagian biaya itu ditanggung masyarakat dalam bentuk biaya sosial (social cost) .

d. Barang Publik (Public Goods)
Asumsi dasar lain yang seringkali tidak relevan adalah barang yang iipertukarkan bersifat private (rival dan eksklusif). Rival artinya, barang tidak iapat dikonsumsi secara simultan (bersamaan) tanpa saling merugikan. eksklusif artinya siapa yang tidak mau membayar tidak dapat menikmati/memanfaatkannya. Softdrink atau nasi, misalnya, merupakan barang privat (private good). Bila satu kaleng softdrink sudah kita minum konsumsi), maka orang lain sudah tidak dapat mengonsumsi softdrink tersebut (barang yang sama). Berarti untuk dapat mengonsumsi softdrink diperlukan rival (bersifat rivalry). Selain bersifat rivalry, kita juga harus membeli (membayar) untuk dapat mengonsumsikannya. Dengan demikian diperlukan syarat untuk memperolehnya (bersifat exclusive). Beberapa barang privat juga bisa "dipecah-peeah" atau "dibagi-bagi" (bersifat divisible). Kalau kita makan di rumah makan, misalnya, kita dapat memesan (membeli) nasi sebanyak setengah porsi. Atau softdrink dalam contoh di atas, kita dapat membeli yang botol besar atau botol keeil.

Dalam kenyataan ada barang yang bersifat non rivalry, non eksklusif (non exclusive atau non excludable), dan non-divisible (tidak dapat dipecah-pecah). Sebut saja jalan raya, taman, jembatan, fasilitas pertahanan keamanan dan lain-Iain. Barang-barang seperti itu disebut barang publik (public goods). Oleh sebab itu, barang-barang publik biasanya disediakan oleh pemerintah. Tetapi tidak berarti kita kemudian mendefinisikan bahwa barang publik adalah barang-barang yang disediakan oleh pemerintah. Sebab barang publik bisa juga disediakan oleh perseorangan atau perusahaan swasta. Bakrie bisa saja membuat (menyediakan) mesjid bagi masyarakat umum. Mesjid adalah termasuk barang publik. (Coba pikirkan, mengapa rnesjid merupakan barang publik).

Sifat non-rivalry, non-exclusive, dan non-divisible ini sering menimbulkan fenomena pendomplengan atau pembonceng gratis (free rider), yaitu mereka menikmati manfaat dari barang publik tetapi tidak membayar pajak, misalnya pajak penghasilan (barang publik tersebut dibuat oleh pemerintah, yang sumber pembiayaannya antara lain berasal dari penerimaan pajak).
Beberapa barang dapat dikategorikan sebagai semi public good. Misalnya jalan bebas hambatan (jalan tol) dan bioskop. Jalan tol memang bersifat non­rivalry dan non-divisible, tetapi exclusive karena orang harus membayar dan memenuhi syarat lainnya (misalnya kendaraan beroda dua atau tiga tidak diperkenankan melewati jalan tol) untuk dapat menggunakannya. Begitu pula dengan bioskop.
Teori mengenai barang publik akan diuraikan secara lebih lengkap dalam Bab 14 di belakang.

e. Barang Altruisme (Altruism Good)
Selain barang publik, kita juga mengenal barang altruisme. Barang altruisme adalah barang yang ketersediaannya berdasarkan suka rela karena rasa kemanusiaan. Contoh barang altruisme ialah darah. Supply darah ada karena rasa kemanusiaan (ingin rnembantu sesarna manusia). Apabila untuk barang ini diserahkan kepada mekanisme pasar, maka tidak akan terjadi pasar karena aspek supply-nya bertentangan dengan ajaran agarna (akan terjadi kegagalan pasar atau market failures). Oleh karena itu pemerintah menangani masalah demand dan supply darah, dengan membentuk PMI (Palang Merah Indonesia). Apabila kita datang ke PMI untuk donor darah, motivasinya semata-mata adalah karena rasa kemanusiaan, sama sekali bukan karena ingin memperoleh pembayaran. Bagi orang yang membutuhkan, mereka tidak perlu membeli darah yang diperlukannya (paling-paling hanya rnembayar biaya administrasi yang sangat murah).


7. Intervensi Pemerintah
Kegagalan pasar, seringkali menuntut campur tangan (intervensi) pemerintah. Namun yang harus diperhatikan adalah tidak semua campur tangan pemerintah memberikan hasil yang baik, walaupun tujuannya baik. Banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan adalah adanya trade off (konflik) antara tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Misalnya ada konflik antara tujuan efisiensi dengan pemerataan. Agar harga rurnah dapat terjangkau rakyat kecil dan berpenghasilan rendah, pemerintah memberikan subsidi. Tetapi pemberian subsidi itu cenderung mengorbankan efisiensi, karena uang subsidi bisa dialokasikan ke sektor-sektor yang lebih produktif.
Tujuan dilakukannya campur tangan pemerintah adalah sebagai berikut.
v  Menjamin agar kesamaan hak bagi setiap individu dapat tetap terwujud dan eksploitasi dapat dihindarkan,
v  Menjaga agar perekonornian dapat tumbuh dan mengalarni perkembangan yang teratur dan stabil,
v  Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan­perusahaan besar yang dapat memengaruhi pasar, agar mereka tidak menjalankan praktik-praktik monopoli yang merugikan,
v  Menyediakan barang publik (public goods) untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat,
v  Mengawasi agar ekstemalitas kegiatan ekonorni yang merugikan masyarakat dapat dihindari atau dikurangi.

a. Kontrol Harga
Tujuan kontrol harga adalah melindungi konsumen atau produsen. Bentuk kontrol harga yang paling umum digunakan adalah penetapan harga dasar (floor price) dan harga maksimum (ceiling price).

1) Harga Dasar (Floor Price)
Harga dasar adalah tingkat harga minimum yang diberlakukan. Bila pemerintah menetapkan harga dasar gabah Rp700,00 per kilogram, pembeli hams membeli gabah dari petani dengan harga serendah-rendahnya Rp700,00 per kilogram. Contoh lain, bila pemerintah menetapkan upah minimum tenaga kerja Rp15.000,00 per hari, maka majikan harus membayar tenaga kerja paling tidak Rp15.000,00 per hari. Dampak kebijakan harga minimum terhadap keseirnbangan pasar dijelaskan dengan diagram-diagram berikut.
Kasus Pasar Gabah di Karawang
Qd = 2.000 - 3P ; Qs = -500 + 2P

di mana    :    Qd, Qs   =       ribu ton per musim
                     P            =       ratus ribu rupiah per ton

Keseimbangan pasar tercapai pada harga gabah Rp500.000,00 per ton. Sedangkan jumlah gabah yang tersedia 500.000 ton per musim. Andaikan pemerintah merasa bahwa jumlah gabah terlalu sedikit dan berniat menambahnya pada musim tanam mendatang dengan menetapkan harga dasar gabah menjadi Rp600.000,00 per ton, akan terjadi kelebihan penawaran 500.000 ton. Sebab, penawaran naik menjadi 700.000 ton, sedangkan permintaan turun menjadi 200.000 ton. Keputusan ini merugikan konsumen dan produsen karena total surplus ekonomi yang hilang (consumer surplus dan producer surplus) besamya seluas segi tiga B+C.

Diagram 2.9
Pasar Gabah di Krawang

Agar harga gabah tetap pada tingkat Rp 600.000,00 per ton, pemerintah harus membeli kelebihan penawaran tersebut. Pembelian pemerintah memperbesar permintaan yang kita sebut saja permintaan pemerintah (Qdp). Akibatnya, kurva permintaan bergeser ke Qd2 yang besarnya merupakan Qd + Qdp. Besar anggaran yang disediakan adalah 500.000 ton dikali dengan Rp600.000,00 sama dengan Rp 300.000.000.000,00.

Kasus Pasar Tenaga Kerja di Cianjur
Qd = 20.000 - 6P ; Qs = -5.000+ 4P

di mana    :    Qd, Qs   =       jiwa per bulan
                     P            =       upah per hari


Diagram 2.10
Pasar Tenaga kerja di Cianjur


 
Keseimbangan pasar terjadi pada harga Rp.2.500,00/hari. Kesempatan kerja yang tersedia untuk 5.000 pekerja/bulan. Jika Pemerintah Daerah Cianjur menilai upah keseimbangan itu terlalu rendah dan menetapkan upah minimum sebesar Rp. 3.000/hari, yang terjadi adalah pengangguran sebanyak 5.000 orang/bulan. Sebab dengan tingkat upah tersebut jumlah yang ingin bekerja meningkat menjadi 7.000 orang / bulan. Sedangkan permintaan terhadap tenaga kerja menurun menjadi 2.000 orang /bulan.

2) Harga Tertinggi (Ceiling Price)
            Harga tertinggi (ceiling price) adalah batas maksimum harga penjualan oleh produsen. Di Indonesia yang paling terkenal misalnya penetapan harga patokan setempat (HPS) untuk semen. Tujuan penetapan harga tertinggi umumnya adalah agar harga produk dapat terjangkau oleh konsumen yang daya belinya kurang. Namun kebijakan ini tidak berdayaguna bila produsen memiliki kekuatan oligopoli, apalagi daya monopoli. Seperti yang terjadi pada HPS semen yang terus menerus dilanggar produsen semen raksasa.

Kasus Pasar Mie Instant di Indonesia
Qd = 20.000 - 5P ; Qs = -5.000+ 20P

di mana    :    Qd, Qs   =       ribu bungkus per bulan
                     P            =       harga per bungkus



Diagram 2.11
Pasar Tenaga kerja di Cianjur
 
Keseimbangan pasar terjadi pada tingkat harga mie instant Rp1.000,00 per bungkus, dengan jumlah 15 juta bungkus per bulan. Kebalikan dari dua contoh di atas, sekarang pemerintah merasa harga mie instant terlalu tinggi dan me-netapkan harga Rp750,00 per bungkus. Keputusan ini menyebabkan kelebihan permintaan sebesar 6.250.000 bungkus per bulan (16.250.000 ­10.000.000). Secara ekonomis keputusan ini merugikan, karena terjadi kehilangan surplus ekonomi (deadweight loss) sebesar luas segi tiga A + B.

3) Kuota
Selain dengan pembelian, pemerintah memengaruhi tingkat harga dengan melakukan kebijaksanaan kuota (pembatasan produksi). Misalnya, pemerintah ingin menolong petani jagung dengan cara membatasi jumlah produksi (kuota) untuk meningkatkan harga. Diagram 2.12 menunjukkan tanpa campur tangan pemerintah, keseimbangan pasar jagung terjadi di titik El dengan jumlah jagung Q0 dan harga P0.

Jika pemerintah ingin menjaga agar harga jagung minimal P1 untuk itu jumlah produksi dibatasi hanya sampai Q1 Kurva penawaran jagung yang relevan adalah 51 Keputusan ini mengurangi surplus konsumen sebesar A+B. Produsen mengalami kehilangan surplus seluas C, tetapi memperoleh tambahan surplus seluas A ditambah insentif tidak memproduksi, seluas F. Agar produsen jagung mau mengurangi produksinya sampai tingkat Q1 maka insentif finansial yang harus diberikan setidak-tidaknya seluas B+C+F.

Diagram 2.12
Pasar Jagung di Jawa Barat

b. Pajak dan Subsidi

1) Pajak
            Dilihat dari satu sisi, pajak memberatkan karena membuat harga barang menjadi lebih mahal. Namun di sisi lain, pajak dibutuhkan sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai fungsi-fungsinya, khususnya redistribusi pendapatan dan sebagai alat stabilisasi ekonomi. Hanya saja keputusan penentuan pajak harus mempertimbangkan elastisitas permintaan dan penawaran. Jika tidak, tujuan-tujuan yang ditargetkan tidak tercapai.

Diagram 2.13 adalah contoh yang menjelaskan pengaruh pajak terhadap keseimbangan pasar.
Pemerintah  bermaksud menarik pajak dari pasar sepeda motor, dengan membebankan pajak sebesar T per unit (Diagram 2.13). Pajak itu dibebankan kepada produsen. Pengenaan pajak menyebabkan kurva penawaran bergeser dari 50 ke 51 sehingga harga keseimbangan menjadi P1 sedangkan jumlah ke­seimbangan menjadi Q1 Kebijakan ini sebenamya menyebabkan konsumen kehilangan surplus konsumen sebanyak A+B. 5edangkan produsen kehilangan surplus produsen sebanyak F+C. Tetapi pemerintah memperoleh pendapatan sebanyak A+F sama dengan                   0Q1x(P1-P2). Sepintas pemerintah tampaknya senang dengan penerimaan itu. Tetapi konsumen dirugikan karena beban pajak yang seharusnya ditanggung produsen, sebagian (A) ditanggung oleh konsumen. Ini disebut pergeseran beban pajak (tax incidence). Besamya tax incidence sangat tergantung pada elastisitas perrnintaan dan penawaran.

Diagram 2.13
Pasar Sepeda Motor di Indonesia
 

2) Subsidi
Subsidi dapat dipandang sebagai pajak negatif (negative tax), karena subsidi menambah pendapatan nyata. Sebagaimana halnya pajak, manfaat pemberian subsidi terbagi-bagi antara produsen dan konsumen, tergantung elastisitas permintaan dan penawaran.

Kasus Pasar Susu Bayi di Jakarta
Diagram 2.14 menggambarkan keseimbangan pasar susu bayi di Jakarta. Agar makin banyak keluarga yang mampu membeli susu, pemerintah bermaksud menurunkan harga susu ke P1 Dengan harga setingkat P1 permintaan meningkat menjadi Q1 sementara penawaran berkurang menjadi Q2. Sadar bila menempuh kebijakan harga tertinggi (ceiling price) akan menimbulkan deadweight loss, pemerintah menempuh kebijakan subsidi (negative tax). Besarnya subsidi yang diberikan adalah (P1-P2)' Bila subsidi diberikan kepada konsumen, akan menggeser kurva permintaan ke D1, sehingga keseimbangan baru terjadi di titik E2. Bila subsidi diberikan kepada produsen, akan menggeser kurva penawaran ke 51 Keseimbangan baru terjadi di titik E1.


Diagram 2.14
Pasar Susu Bayi di Jakarta




c. Tarif dan Kuota
Dalam sistem perekonomian yang terbuka (melakukan transaksi dengan perekonomian luar), maka harga barang yang berlaku adalah harga internasional. Yang menjadi persoalan adalah bila harga domestik lebih tinggi daripada harga dunia. Sebab dengan mekanisme pasar bebas, terpaksa dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Walaupun dari sudut konsumen hal ini menguntungkan, tetapi demi melindungi industri dalam negeri, pemerintah menempuh kebijakan protektif dengan member­lakukan tarif(pajak impor) dan kuota impor (pembatasan jumlah impor).

Diagram 2.15
Tarif atau Kuota Impor
  




Dengan harga intemasional setingkat Pw, tingkat impor mencapai sejumlah Qd0-Qs0 unit. Untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah menetapkan tarif sebesar T per unit impor. Harga dalam negeri meningkat menjadi P*, impor pun berkurang menjadi Qd1-Qs1 unit. Bagi produsen domestik, kebijakan ini menambahkan keuntungan mereka sebesar luas trapesium A. Tetapi konsumen domestik mengalami kerugian sebesar A+B+C+F. Sedangkan F merupakan penerimaan pajak pemerintah. Jika pemerintah memberlakukan kuota impor, F merupakan keuntungan yang diperoleh produsen asing. Sehingga kerugian domestik neto adalah B+C+F.

1 komentar: