PAPER
EKONOMI PEMBANGUNAN
“KETERKAITAN
ANTARA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN
NGAWI”
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH “EKONOMI PEMBANGUNAN”
OLEH
:
RATNA
DWI KUSMAHARINI, SE
NIM
: 8421113023 ( Reguler II )
Angkatan
ke - 20
MAGISTER
EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
PROGRAM
PASCA SARJANA EKONOMI
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
TAHUN
AJARAN 2013 / 2014
KATA
PENGANTAR
Alkhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT yang
senantiasa menuntun hati dan pikiran kami untuk mampu menyelesaikan pembuatan
paper ini dengan judul “KETERKAITAN ANTARA PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI”.
Pembangunan berkelanjutan menurut Wikipedia adalah proses
pembangunan ( lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb ) yang berprinsip “memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”
( menurut Brundtland Report dari PBB tahun 1987 ). Pembangunan berkelanjutan
adalah terjemahan dari bahasa inggris “sustainable
development”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan
tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT
Dunia 2005, yang menjabarkan
pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan
lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang,
pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan
bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa
menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep
"pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi
itu sendiri terbatas.
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa “Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan keejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain”. Dilanjutkan dengan ayat kedua yang berbunyi “Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum”.
Otonomi daerah di Indonesia
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945
berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia,
yaitu:
1. Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat,
bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara
kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai
dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18
Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas
maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua
nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia
berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan
sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II
(Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1. Dimensi
Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan
sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi
federalis relatif minim;
2. Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati
II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati
II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi
yang dianut adalah:
1. Nyata,
otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung
jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
Penyusun
Ratna Dwi Kusmaharini,
SE
|
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul................................................................................................................
i
Kata
Pengantar............................................................................................................... ii
Daftar
Isi............................................................................................................................ v
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 4
BAB
II PEMBANGUNAN NASIONAL & PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. 5
2.1 Pembangunan Nasional................................................................................... 5
2.2 Pembangunan Berkelanjutan.......................................................................... 6
BAB
III KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI.............................................................................................. 9
3.1 Kebijakan Nasional & Daerah Dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup . 9
3.2 Kebijakan Nasional & Daerah Dalam
Penegakan Hukum Lingkungan.. 11
3.3 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi
Tentang Lingkungan Hidup... 13
BAB
IV POTRET LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH............................................. 15
4.1 Peran Ngawi Dalam Menyongsong “Menuju
Indonesia Hijau” (MIH)...... 17
BAB
V KESIMPULAN.................................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan......................................................................................................... 28
5.2 Saran.................................................................................................................... 28
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan
sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang
terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa
sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal,
yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya.
Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu.
Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.
Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya
manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga
aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air,
tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita
tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia
yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak
contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah
serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia,
yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari
penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak
mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya
kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas
lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan
di lapangan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan
pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten ngawi ini pula perlunya dikondisikan
dengan potensi unggulan daerah ngawi itu sendiri. Dan untuk mengetahui potensi
unggulan daerah dapat dilihat pada struktur perekonomian suatu daerah, karena
dalam struktur perekonomian suatu daerah ditunjukkan besarnya kontribusi masing-masing
sector ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah, hal tersebut
menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi
dari masing‐masing sektor
ekonominya, artinya
semakin besar konstribusi
suatu sektor terhadap struktur
perekonomian daerah maka sektor tersebut merupakan sektor
unggulan daerah.
Perekonomian suatu wilayah
dapat diamati melalui beberapa indikator
makro, diantaranya nilai
tambah yang dihasilkan oleh
setiap sektor produksi
yang dikenal dengan Produk
Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB menurut lapangan usaha,
atau menurut sektor
produksi merupakan
penjumlahan nilai tambah
bruto yang dihasilkan
oleh seluruh unit kegiatan
ekonomi yang beroperasi
di wilayah yang bersangkutan pada
suatu periode waktu tertentu.
Dengan demikian PDRB
merupakan nilai tambah yang
dasar pengukurannya timbul
akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi
dalam suatu wilayah.
Data PDRB dapat menggambarkan suatu
kemampuan daerah dalam mengelola sumber
daya alam yang
dimilikinya. Besaran PDRB yang
dihasilkan oleh masing‐masing daerah sangat bergantung pada
potensi sumber daya
alam dan faktor produksinya. Dari angka
PDRB antara lain
dapat diketahui struktur perekonomian
dan laju pertumbuhan
ekonomi daerah.
Perkembangan
penduduk di Kabupaten
Ngawi didominasi oleh Sembilan
sektor diantaranya :
1. Sektor Pertanian
Ø Tanaman bahan makanan
Ø Tanaman perkebunan
Ø Peternakan
Ø Kehutanan
Ø Perikanan
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
3. Sektor Industri Pengolahan
4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Sektor Bangunan
6. Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran
7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
9. Sektor Jasa
Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Ngawi mengalami kenaikan
dalam setiap tahun
walaupun belum cukup besar. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi merangkak
naik dari 5,21
persen tahun 2006 setelah sempat turun pada tahun 2007,
dalam 3 tahun terakhir terus meningkat
hingga mencapai 6,09 persen pada
tahun 2010. Sama
dengan tahun sebelumnya, pada tahun
2009 ekonomi Kabupaten
Ngawi mengalami peningkatan pertumbuhan,
Gambar
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi dan Jawa Timur
Tahun 2006‐2010 (Persen) seperti pada
tabel berikut ini :
Sumber : Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Ngawi Tahun Anggaran 2011
Laju
Pertumbuhan PDRB Sektoral Kabupaten
Ngawi
Tahun 2008‐2010 (Persen)
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi
Dalam rentang waktu 3 (tiga)
tahun yaitu dari
tahun 2006 sampai dengan
tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi selalu
dibawah pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Timur. Hal ini bisa dimengerti karena
perekonomian Jawa Timur didominasi sektor industri, sedangkan perekonomian
kabupaten ngawi didominasi sektor pertanian, dimana pada umumnya pertumbuhan
sektor industri akan lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Namun karena
adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
mengalami perlambatan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi yang
didominasi sektor pertanian tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global.
oleh
sebab itu dalam paper ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret
lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan
hidup di era otonomi daerah khususnya di wilayah kabupaten ngawi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Pengelolaan lingkungan hidup yang
menunjang pembangunan berkelanjutan
2. Peranan otonomi daerah dalam
pengelolaan lingkungan hidup
BAB II
PEMBANGUNAN
NASIONAL DAN
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
2.1 PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan Nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan
nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dalam
melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan
berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB
tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu
Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang
menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan
dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di
Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas
lingkungan hidup.
Bagi Indonesia mengingat bahwa
kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan
sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat
dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian
Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam
penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi
pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan
dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan
pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor
ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya
dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta
penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan
adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan
hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari
waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era
Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang
No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No
32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah serta
Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6
kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat
penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat
edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan
Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar
oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh
bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran
ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun
kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan
yang baik.
Dengan kata lain permasalahan
lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi
mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang
bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi
tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum
lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan
penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap.
Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan
hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam
kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial
serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
2.2 PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan,
sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran
lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu
pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang
dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang
berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan
ruang.
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development – WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development – WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
· Yang pertama adalah kebutuhan,
khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
· Yang kedua adalah keterbatasan.
Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa
depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak
dari Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum
dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam
melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah
pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat
ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi
mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut
pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan
tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan
penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan
melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.
Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
BAB
III
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM
OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan
kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya
berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh
sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup
kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping
perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan
(interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah
membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya
tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan
bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
3.1 KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup
memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat
kepada daerah:
·
Meletakkan
daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
·
Memerlukan
prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
·
Membangun
hubungan interdependensi antar daerah.
·
Menetapkan
pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32
Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik
tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup
secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1.
Program
Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan
informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan
lingkungan
hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan
sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah
tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik
berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan
lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2.
Program
Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya
Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut,
air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah
termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku
industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah
terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
3.
Program
Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan
pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam
yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini
adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah
tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku
mutu lingkungan yang ditetapkan.
4.
Program
Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan,
menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum
untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup
yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya
kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan
didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya
penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5.
Progam
Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan
Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk
meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran
program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai
pengawasan.
3.2 KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan
lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam
bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan.
Dengan pesatnya pembangunan nasional ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain
adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering
mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani
dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya
menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan
permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak
Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem
hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen
alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam
mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan
penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di
daerah dapat meliputi :
· Regulasi Perda tentang Lingkungan.
· Penguatan Kelembagaan Lingkungan
Hidup.
· Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan
hidup dalam proses perijinan
· Sosialisasi/pendidikan tentang
peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
· Meningkatkan kualitas dan kuantitas
koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
· Pengawasan terpadu tentang penegakan
hukum lingkungan.
· Memformulasikan bentuk dan macam
sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas
sumberdaya manusia.
· Peningkatan pendanaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi
lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan
kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan,
kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan
ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut
diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum
telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam
pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan
ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang
No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya.Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan
perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup
memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen
dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan
tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas
dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang
Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan
Gubernur.
3.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
TENTANG LINGKUNGAN HIDUP
Pada paparan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban ( LKPJ BAB II ) Bupati Ngawi tahun Anggaran 2011, pada sub
bab tentang Misi ke-5 dari paparan tentang kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai Lima
Tahun kedepan ( 2010 – 2015 ). Tujuan ke-2 nya adalah “Terwujudnya sinkronisasi
pengembangan wilayah, konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup”.
Kebijakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut adalah :
1. Operasionalisasi Rencana Tata Ruang
sesuai dengan hierarki perencanaan ( RTRW-Provinsi dengan RTRW-Kabupaten/Kota)
sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar-sektor dan antar
wilayah.
2. Mendorong pemerataan pembangunan
dengan percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah melalui pembentukan
sentra-sentra baru.
3. Meningkatkan peran serta dan seluruh
potensi masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan sarana persampahan dan
drainase, termasuk mendorong terbentuknya regionalisasi pengelolaan
persampahan.
4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak
lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
5. Membangun kesadaran masyarakat agar
peduli pada isu lingkungan hidup, dan berperan aktif sebagai control sosial
dalam memantau kualitas lingkungan hidup.
6. Meningkatkan upaya konservasi air
tanah melalui pengisian kembali (recharging), pembuatan sumur resapan, atau aplikasi
teknologi lain yang tersedia dan layak.
7. Meningkatkan jumlah rumah tangga,
terutama penduduk miskin yang memperoleh pelayanan listrik.
8. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan
pengelolaan pertambangan.
Sedangkan anggaran belanja fungsi
lingkungan hidup pada tahun 2011 sebesar Rp. 5.648.300.197,- terdiri dari
Belanja Tidak Langsung Rp. 1.330.550.981,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.
4.317.749.216,- yang dianggarkan ke dalam Pos Belanja, pada :
1. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta
Karya dan Kebersihan. Dengan Program :
a. Pengembangan kinerja pengelolaan
persampahan
b. Pengelolaan RTH ( Ruang Terbuka Hijau
).
2. Kantor Lingkungan Hidup
Dengan program :
a. Pelayanan Administrasi Perkantoran
b. Peningkatan sarana dan prasarana
aparatur
c. Pengendalian pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup
d. Perlindungan dan Konservasi Sumber
Daya Alam
e. Peningkatan kualitas dan akses
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
f. Peningkatan pengendalian polusi
BAB
IV
POTRET
LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH
Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan
permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan
pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan
ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar
yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam
pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum
lingkungan.
Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan
pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat
dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang
bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat
diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun
demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan.
Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu,
ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi
daerah antara lain sebagai berikut.
·
Ego
sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian
kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan
baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup
sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain
Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam
perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang
tindih antara satu sektor dan sektor lain
·
Pandanaan
yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan
mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan
dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan
bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih
terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup,
diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke
daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
·
Keterbatasan
sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup
selain dana yang memadai juga harus didukung oleh
sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih
belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik
tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
·
Eksploitasi
sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi.
Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi
bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek
lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta
menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan
hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
·
Lemahnya
implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada
beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan
baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk
dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
·
Lemahnya
penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan
implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan
perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan,
perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
·
Pemahaman
masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya
lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan.
Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan
menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya
tentang lingkungan hidup.
·
Penerapan
teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah
lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat
dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak
lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat
kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan
secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup
yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk
diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan”
di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala
dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan,
apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih
diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu
ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan
fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir,
kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang
menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada
yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh
ulah manusia itu sendiri.
4.1 PERAN NGAWI DALAM MENYONGSONG “MENUJU
INDONESIA HIJAU ( MIH )”
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam mendorong masyarakat untuk
menghijaukan lahan merupakan tindakan yang tepat dan
baik, ditopang dengan keterpaduan dan sinergis lintas unit
kerja sehingga pada tahun 2007 Kabupaten Ngawi memdapat penghargaan “Piagam Menuju Indonesia Hijau (MIH)” yang
diserahkan oleh Menteri Negara Lingkungan pada acara konferensi perubahan iklim
di Bali tanggal 5 Desember 2007.Penghargaan itu merupakan lecutan dan motivasi
agar Kabupaten Ngawi untuk
lebih meningkatkan pengelolaan vegetasi khususnya tutupan lahan tidak hanya
pada dataran rendah tetapi juga di dataran tinggi yang mencakup kawasan
konservasi dan /atau kawasan lindung yang saat sekarang tutupan lahan
secara keseluruhan baru mencapai 20 %, maka dengan Program dan Kegiatan
tersebut secara terpadu bisa menghasilkan capaian 30 % lebih.
Selain itu dengan semakin punahnya satwa-satwa langka (fauna langka) dan
tumbuh-tumbuhan langka (flora langka) membuat Pemerintah dan masyarakat bahu
membahu dalam melestarikan, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada guna
lebih membuat keaneka ragaman hayati bias tetap lestari. Namun sangat
disayangkan “predikat MIH di tahun 2008 lepas dari
Kabupaten Ngawi” hal itu juga dampak bencana banjir di
penghujung akhir tahun 2007, yaitu mulai tanggal 26 Desember sampai dengan 31
Desember 2007. yang meluluh lantakan keanekaragaman hayati di Kabupaten Ngawi.
Untuk mengetahui mengapa Kabupaten Ngawi bisa mendapatkan penghargaan itu maka bisa
disimak :
PROFIL
KABUPATEN NGAWI MENUJU INDONESIA HIJAU ( M I H ) Tahun 2007
menuju ke Lingkungan sehat
A.
Gambaran Umum Wilayah
1. Geografis
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa
Timur yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi
adalah 1.298,58 km2. secara administratsi wilayah ini terbagi ke dalam 19
kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7º21’ – 7º31’ Lintang
Selatan dan 110 º10 – 111º40 Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah
sebagai berikut :
ü Sebelah
Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah) dan
Kabupaten Bojonegoro.
ü Sebelah
Timur : Kabupaten Madiun.
ü Sebelah
Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
ü Sebelah
Barat : Kabupaten Karangayar dan Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah).
Topografi
wilayah Kabupaten
Ngawi sebagaian besar merupakan dataran rendah seluas 95% dari
luas wilayah dan sisanya merupakan dataran tinggi dengan dataran tertinggi
berada pada 2.000 mdpl dengan luasan sebesar 5% dari luas wilayah Kabupaten Ngawi.
Dataran tertinggi di Kabupaten Ngawi berada dalam ekosistem Gunung Lawu dimana
secara administrative terdapat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu :
Sine, Jogorogo dan Kendal yang terletak dikaki Gunung Lawu.
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada
akhir tahun 2006 adalah 879.193 jiwa, terdiri dari 429.921 penduduk laki-laki
dan 449.272 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 96. Artinya
bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki.
Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi berdasarkan Janis kelamin
di masing-masing kecamatan pada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Ngawi dalam angka 2009 secara lengkap (klik disini), sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
di masing-masing kecamatan pada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Ngawi dalam angka 2009 secara lengkap (klik disini), sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi berdasarkan Janis kelamin
di
masing-masing kecamatan pada tahun 2005 dan 2006.
No
|
Lokasi
|
Tahun 2005
|
Tahun 2006
|
||
Luas (Ha)
|
Jml. Pohon
|
Luas (Ha)
|
Jml. Pohon
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
|
Sine
Ngrambe
Jogorogo
Kendal
Geneng
Gerih
Kwadungan
Pangkur
Karangjati
Bringin
Padas
Kasreman
Ngawi
Paron
Kedunggalar
Pitu
Widodaren
Mantingan
Karanganyar
|
612
800
490
512
512
256
87
155
41
308
472
273
676
398
90
401
97
342
591
|
611.873
799.600
488.781
511.675
511.615
255.808
86.710
155.480
41.461
308.240
471.845
273.423
675.982
398.093
90.400
400.500
98.925
341.900
590.950
|
728
882
656
628
256
256
106
168
108
374
288
247
972
398
140
483
172
342
673
|
728.123
882.100
656.031
627.925
255.808
255.808
106.210
168.480
107.711
374.490
288.423
247.173
792.232
398.093
140.400
483.000
171.925
341.900
673.450
|
Kegiatan
persawahan dan perkebunan merupakan kegiatan pemanfaatan lahan yang paling
banyak dilakukan di kawasan budidaya dan menjadi mata pencaharian utama
masyarakat. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan perkebunan di kawasan budidaya
juga diselingi dengan hutan rakyat dengan jenis pohon jati dan mahoni, jenis
tersebut merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Berdasarkan pendataan
yang telah dilakukan, luasan hutan rakyat di Kabupaten Ngawi
mencapai12.942 ha yang terdistribusi secara terbesar di kecamatan dengan umur
tanaman 2-6 tahun. Sementara di kawasan hutan lindung yang berada di Gunung
lawu di dominasi oleh jenis pinus.
Kabupaten
Ngawi
memiliki dua sungai utama yang mengaliri wilayahnya yaitu : Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Kali Madiun dengan panjang 28 km dan Bengawan Solo
panjangnya 63 km yang melintasi 13
kecamatan di wilayah Kabupaten Ngawi (kecamatan di Kabupaten Ngawi
jumlah 19 kecamatan), menjadi salah satu sumber air potensi bagi kehidupan
masyarakat di daerah alirannya. Sungai Bengawan Solo melewati 7 kecamatan yaitu
: (Mantingan, Widodaren, Karanganyar, Kedunggalar, Pitu, Paron, Ngawi) dan
Sungai Madiun melewati 6 kecamatan (Kwadungan, Pangkur, Karangjati, Geneng,
Padas, Ngawi). Potensi sumber air lainnya berupa mata air dan waduk tersebar
beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Ngawi. Potensi sumber mata air, waduk dan situ
dapat dilihat pada tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2 : Daftar Waduk Kabupaten
Ngawi
No
|
Nama
|
Kecamatan
|
Luas
|
Kedalaman
|
1
|
Pondok
|
Bringin
|
30.9 Km2
|
30 m
|
2
|
Sangiran
|
Bringin
|
20.6 Km2
|
28 m
|
3
|
Dungbendo
|
Kasreman
|
600.000 Km2
|
11.6
m
|
Daftar Situ di Kabupaten Ngawi
No
|
Nama
|
Kecamatan
|
Luas
|
Kedalaman
|
1
|
Losari
|
Mantingan
|
3 Ha
|
10 m
|
2
|
Kalibening
|
Mantingan
|
2.5 Ha
|
8 m
|
3
|
Kasreman
|
Kasreman
|
1.5 Ha
|
8 m
|
Jumlah
Mata Air di Kabupaten Ngawi, lokasi debit rata-rata dalam m3/detik serta
pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 3. dibawah ini.
Tabel 3 :
Jumlah Mata Air di Kabupaten Ngawi
No
|
Jumlah Mata Air (buah)
|
Lokasi
Kecamatan
|
Debit
Rata-rata
m3/detik
|
Pemanfaatan
|
1
|
19
|
Kendal
|
0,004
|
Air minum
|
2
|
49
|
Kendal
|
0,002
|
Pertanian
|
3
|
97
|
Ngrambe
|
0,003
|
Pertanian
|
4
|
7
|
Ngrambe
|
0,091
|
Air minum
|
5
|
2
|
Ngawi
|
0,005
|
Air minum
|
6
|
2
|
Kasreman
|
0,008
|
Pertanian
|
B.
Tutupan
Lahan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 2 Tahun 1996 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung di Kabupaten Ngawi.
Berdasarkan hasil intreprestasi Citra Satelit Landsat TM tahun 2007
diperoleh informasi, bahwa sebagian besar tutupan lahan di Kabupaten Ngawi
berupa kebun campuran seluas 58.800 Ha (42%), sawah seluas 48.376 Ha (35%). Hal
tersebut mengindikasikan, bahwa mata pencaharian utama masyarakat setempat
adalah bercocok tanam dan bertani.
Luas kawasan lindung di Kabupaten Ngawi sebesar 5% dari luas administrative yang
diatur dalam Perda 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Proporsi
tutupan lahan kawasan lindung di Kabupaten Ngawi
tergolong masih baik, yakni luasan hutan alam masih 55% dari luas kawasan
lindung. Kawasan lindung di Ngawi memiliki kelerengan lebih besar dari 40% dan
termasuk dalam ekosistem Gunung Lawu, dimana sebagian besar wilayah Kabupaten Ngawi
berada di sebelah utara Gunung Lawu.Kondisi penutupan lahan sekitar sungai di
Kabupaten Ngawi pada tahun 2007 sebagian besar berupa hutan
jati, mahoni dengan kenopi yang rapat, keadaan tersebut dapat di temui hamper
diseluruh sempadanan Sungai Bengawan Solo yang melewati Kabupaten Ngawi.
Sementara penggunaan lahan lainnya berupa perkebunan campuran, sawah, dan
sebagian kecil perkampungan jarang penduduk yang umumnya bermata pencaharian
sebagai petani. Pengelolaan sempadan sungai dilakukan dengan model kerjasama
multisektor dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup
Pertambangan dan Energi, dan dunia usaha.
Kondisi penutupan lahan di sekitar waduk pada umumnya adalah hutan jati
dengan usia muda. Pengelolaan dan sebagai contoh adalah Waduk Pondok.
Dari upaya yang telah dilakukan
tersebut memberikan dampak pengingkatan debit waduk yang
dimanfaatkan untuk kegiatan irigasi pertanian. Selain berfungsi sebagai sumber
air bagi kegiatan pertanian, waduk juga di fungsikan sebagai parker air untuk
menurunkan resiko terjadinya banjir.
Sebagian besar wilayah kawasan lindung di Kabupaten Ngawi
berupa perkebunan, sawah, dan hutan rakyat. Jenis perkebunan berupa tanaman
kacang-kacangan, singkong, ketela, dan pisang. Keberadaan hutan rakyat yang
merupakan dorongan Pemerintah Daerah untuk menjaga keseimbangan fungsi lahan
dan peresapan air berupa jati, dan mahoni.
C.
Kawasan
Peyangga
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam pengelolaan kawasan peyangga diatur
dalam Perda Nomor : 2 Tahun 1996. Pola pengelolaan kawasan peyangga (buffer
zone), difokuskan pada kawasan-kawasan perlindungan setempat, seperti kawasan
sekitar mata air. Pola pemanfaatan kawasan peyangga disesuaikan dengan kondisi
sosial di beberapa lokasi di temukan pola pemanfaatan dengan menghasilkan
tanaman kayu, dan penerapan jasa lingkungan dilakukan di Kecamatan Kendal,
Ngrambe dan Sine
D.
Keanekaragaman
Hayati
Flora dan fauna yang dilindungi pada umunya masih dapat ditemukan
meskipun jumlah populasi belum dapat dipastikan, Jenis flora yang mudah di
temukan adalah bambu ori di sepanjang aliran Bengawan Solo dan kali madiun
Madiun (panjang kedua sungai 80 Km), sedangkan fauna yang mudah ditemukan
Kijang dan babi hutan kebanyakan di kawasan hutan lindung, dan/ atau kawasan
konservasi di lereng gunung lawu. Sebagian besar keberadaan flora dan fauna
yang dilindungi berada di hutan lindung gunung Lawu dan kawasan penyangga.
Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Ngawi
jenis flora dan fauna yang dilindungi disebutkan pada tabel 4 di bawah ini
Table 4 : Daftar Keberadaan Fauna
& Flora yang dilindungi Tahun 2006
No
|
Fauna
|
Flora
|
||
Nama Lokal
|
Nama Latin
|
Nama Lokal
|
Nama Latin
|
|
1
|
Landak
|
Hystrix Crassinipinis
|
Palem Jawa
|
Ceratolabus
Glaucescens
|
2
|
Teringgiling
|
Manis Javanica
|
Anggrek Bulan
|
Paraphalaenopsis
Laycockii
|
3
|
Bajing Tanah
|
Lariscus Insegnis
|
Anggrek Jingga
|
Rematera Matutina
|
4
|
Luwak
|
Felis Mamorata
|
Anggrek Sendok
|
Spathologothis Zurea
|
5
|
Rusa
|
Cervus Timorensis
|
Pinang Jawa
|
Pinganga Javana
|
6
|
Kuntul besar, sedang,
kecil
|
Egrat Aiba, Egrat
Intermedia, Egrat Garzeta
|
Serdang
|
Livistona Rotundifolio
|
7
|
Elang Jawa
|
Spizaetus Bartelsi
|
Anggrek
Karibas
|
Corybas Fornicatus
|
8
|
Alap –
alap
|
Falio Tinunculus
|
Anggrek Jamrud
|
Dendrobium Macrophilum
|
9
|
Elang Tikus
|
Elamus Caerelus
|
Anggrek Tebu
|
Grammatophilum
Speciossum
|
10
|
Merak
|
Pavo Meleaens
|
Anggrek Kasut Berbulu
|
Paphiopedillum
|
11
|
Glatik Kaci
|
Psaltri Exilis
|
Bunga Bangkai Jangkung
|
Amorphophalus
Decusilvae
|
12
|
Burung Madu Srigati
|
Nectarinia
Jugularis
|
Raflesia, Bunga Padma
|
Raflesia Spp
|
13
|
Kucing Hutan
|
Felix Bengalensis
|
Pulau Dandak
|
Rauwolfia Spp
|
14
|
Kijang
|
Muntiacus Muntjak
|
Kenari raja
|
Canarium comune
|
15
|
Burung Jalak Putih
|
Sturnus Melanopterus
|
Bambu ori dan petung
|
-
|
16
|
Harimau Jawa
|
Panthera Tigris
|
Damar
|
Adapis Damara
|
17
|
Burung Hantu
|
Melipnaga Furnigatus
|
Kepel
|
Silo corpus burahai
|
18
|
Kuntul Kerbau
|
Bubulcus Ibis
|
Nyamplung
|
Inopulen canopilum
|
E.
Peran
serta Masyarakat
a.
Program
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM)
Sejak Tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Ngawi telah melaksanakan upaya konservasi dan pengelolaan hutan dengan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang melibatkan multisektor yaitu : Pemerintah Kabupaten Ngawi, PT. Perhutani, LSM dan masyarakat yang dikukuhkan dengan nota kesepahaman bersama (MOU) sejak tahun 2003 hingga Tahun 2007. Kegiatan tersebut rencananya akan diseluruh wilayah administratif Kabupaten Ngawi khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Hingga saat ini telah terhimpun sebanyak 92 kelompok masyarakat yang tersebar di 16 kecamatan yang turut serta melaksanakan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Sebaran kelompok masyarakat yang turut serta dalam program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyrakat dapat dilihat pada tabel 5. di bawah ini .
Sejak Tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Ngawi telah melaksanakan upaya konservasi dan pengelolaan hutan dengan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang melibatkan multisektor yaitu : Pemerintah Kabupaten Ngawi, PT. Perhutani, LSM dan masyarakat yang dikukuhkan dengan nota kesepahaman bersama (MOU) sejak tahun 2003 hingga Tahun 2007. Kegiatan tersebut rencananya akan diseluruh wilayah administratif Kabupaten Ngawi khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Hingga saat ini telah terhimpun sebanyak 92 kelompok masyarakat yang tersebar di 16 kecamatan yang turut serta melaksanakan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Sebaran kelompok masyarakat yang turut serta dalam program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyrakat dapat dilihat pada tabel 5. di bawah ini .
Tabel 5. Rekapitulasi Kelompok,
Anggota dan Luas Lahan Kegiatan
Program Pengelolaan Hutan
Berbasis Masyarakat.
No
|
Kecamatan
|
Jumlah Kelompok
|
Jumlah Anggota (Jiwa)
|
Luas Lahan Kegiatan (Ha)
|
1
|
Sine
|
10
|
1696
|
1152.6
|
2
|
Ngrambe
|
8
|
1117
|
1026.5
|
3
|
Jogorogo
|
8
|
907
|
703.5
|
4
|
Kendal
|
3
|
1010
|
1631.8
|
5
|
Gerih
|
2
|
290
|
181.9
|
6
|
Pitu
|
9
|
1811
|
4727.2
|
7
|
Widodaren
|
10
|
2765
|
3949.6
|
8
|
Karangjati
|
2
|
930
|
1194.3
|
9
|
Paron
|
3
|
989
|
882.9
|
10
|
Bringin
|
8
|
2826
|
2488.2
|
11
|
Padas
|
3
|
1299
|
539.7
|
12
|
Kedunggalar
|
8
|
2486
|
3006.6
|
13
|
Mantingan
|
6
|
1778
|
2283.7
|
14
|
Ngawi
|
2
|
608
|
319.1
|
15
|
Kasreman
|
3
|
2224
|
868.3
|
16
|
Karanganyar
|
7
|
1829
|
6140.4
|
Total
|
24,565
|
31,096
|
Sumber
: Daftar Desa, Hutan, Anggota dan Luas Pangkuan Hutan Kabupaten Ngawi.
b.
Peningkatan
Ekonomi Masyarakat.
Upaya Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat adalah
dengan cara melakukan pemasaran produk hasil swadaya masyarakat kepada
perusahaan dan instansi terkait. Salah satu contoh kebijakan dari upaya
tersebut adalah dengan sosialisasi kepada PT. Perhutani, dan perkebunan yang
berada di Wilayah kabupaten Ngawi untuk menggunakan pupuk organik yang
diproduksi oleh masyarakat yang benar-benar idea yang BestFast.
F.
Kegiatan
Penghijauan
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesesuian fungsi lahan dan
pentingnya pelestarian sumber air untuk meningkatkan produksi pertanian dan
perkebunan menjadi momentum untuk Pemerintah Kabupaten Ngawi
untuk memberdayakan mesyarakat. Kegiatan tersebut telah dilakukan sejak Tahun
2003 dan terus berkelanjutan. Salah satu contoh lokasi kegiatan yang dilakukan
ada di waduk Sangiran, dimana pada Tahun 2003 sekitar waduk merupakan lahan
kritis dengan pengelolaan yang tidak baik. Pada gambar setelah dilakukan
penanaman tanaman Janis jati dan mahoni.
Kegiatan penambahan tutupan vegetasi lainnya dilakukan melalui upaya
reboisasi dengan menerapkan pengelolaan berbasis masyarakat dan multisektoral.
Pembiayaan program tersebut bersumber dari APBD Dinas Lingkungan Hidup
Pertambangam Dan Energi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta bantuan Provinsi
lewat Badan pengendalian dampak lingkungan hidup, serta peran masyarakat luas
yang bergerak cepat dan tepat, dengan
Jumlah pohon dan luasan lahan yang telah dilakukan penanaman pada Tahun 2005
dan 2006 dijelaskan pada tabel 6. di bawah ini
Tabel 6 : uasan Kegiatan
Penanaman dan Jumlah Pohon di Kabupaten Ngawi.
No
|
Lokasi
|
Tahun 2005
|
Tahun 2006
|
||
Luas (Ha)
|
Jml. Pohon
|
Luas (Ha)
|
Jml. Pohon
|
||
1
|
Sine
|
612
|
611.873
|
728
|
728.123
|
2
|
Ngrambe
|
800
|
799.600
|
882
|
882.100
|
3
|
Jogorogo
|
490
|
488.871
|
656
|
656.031
|
4
|
Kendal
|
512
|
511.675
|
628
|
627.925
|
5
|
Geneng
|
512
|
511.615
|
256
|
255.808
|
6
|
Gerih
|
256
|
255.808
|
256
|
255.808
|
7
|
Kwadungan
|
87
|
86.710
|
106
|
106.210
|
8
|
Pangkur
|
155
|
155.480
|
168
|
168.480
|
9
|
Karangjati
|
41
|
41.461
|
108
|
107.711
|
10
|
Bringin
|
308
|
308.440
|
374
|
374.490
|
11
|
Padas
|
472
|
471.845
|
288
|
288.423
|
12
|
Kasreman
|
273
|
273.423
|
247
|
247.173
|
13
|
Ngawi
|
676
|
675.982
|
792
|
792.232
|
14
|
Paron
|
398
|
398.093
|
398
|
398.093
|
15
|
Kedunggalar
|
90
|
90.400
|
140
|
140.400
|
16
|
Pitu
|
401
|
400.500
|
483
|
483.000
|
17
|
Widodaren
|
97
|
96.925
|
172
|
171.925
|
18
|
Mantingan
|
342
|
341.900
|
342
|
341.900
|
19
|
Karanganyar
|
591
|
590.950
|
673
|
63.450
|
Jumlah
|
7.113
|
7.111.261
|
7.697
|
7.699.282
|
G.
Manajemen
Pemerintah Kabupaten
APBD Kabupaten Ngawi tahun 2007 Sebesar 588.238.249.732, dan
dialokasikan pada satuan kerja Lingkungan hidup sebesar Rp. 1.587.782.000
untuk konservasi sumberdaya air dan anggaran sebesar Rp 893.750.000 sedangkan
kegiatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) sejak Tahun 2003 yang
bersumber dari Anggaran Pembangunan pada APBN dan APBD. Dalam upaya konservasi
sumberdaya alam Pemerintah Kabupaten Ngawi telah mengaluarkan kebijakan yang
diatur dalam Keputusan Bupati dan program-program seperti pada kegiatan pada
satuan kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi.
Sudah barang tentu bisa mendukung untuk menghambat pemanasan
global yang saat sekarang sudah kita rasakan bersama dampaknya., untuk
memberikan gambaran yang teduh bias kita contoh lingkungan di Sumber air Ngudal
desa Karangtengah Prandon Kecamatan Ngawi.
Kabupaten Ngawi yang
sudah mempunyai Peraturan Daerah no 2 tahun 1996
yang mengatur Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah terbaru yang di sahkan oleh DPRD akhir tahun 2008 yang
mengatur Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta banyak regulasi
lainnya yang mendukung Ngawi dalam berperan menyongsong “Menuju Indonesia Hijau”,
serta bagamana program dan kegiatan selanjutnya tergantung dengan semua yang
berkepentingan dan atau stakeholder dalam menerjemahkan kebijakan yang pro
lingkungan hidup, tentunya melalui berjuang dengan “Bersemangat” tinggi dalam menerjemahkan dan
mengaplikasikan kebijakan terbut dalam meningkatkan kesejahteraan masayarakat
yang tanggap terhadap Lingkungan hidup.
Selain itu Pemerintah Kabupaten Ngawi harus mengambil tindakan Bijaksana terkait dengan adanya Undang-Undang baru
terkait dengan Lingkungan Hidup, yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaah Lingkungan Hidup
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Begitu banyaknya masalah yang
terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah
tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan
permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak
demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup tekait
dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan
melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek
lingkungan hidup dengan semestinya.
Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.
5.2 SARAN
Peraturan perundangan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun demikian didalam
pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan
perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik
pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar
prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara
dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan
masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program
kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Baiquni, M dan Susilawardani, 2002.
Pembangunan yang tidak Berkelanjutan, Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia.
Transmedia Global Wacana, Yogyakarta.
2. Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
3. Slaymaker, O and Spencer, T., 1998.
Physical Geography and Global Environmental Change.Addison Wesley Longman
Limited, Edinburh Gate, Harlow.
4. Miller. G.T. Jr. 1995. Environmental
Science Sustaining the Earth. Wadsworth Publishing Co.Belmont.
5. Bab I dan II, 2012, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Ngawi Tahun Anggaran 2011,.
6. Ir. Soehandoko, M.M, http://www.arifast.com/peran-ngawi-dalam-menyonsong-menuju-indonesia-hijau-mih/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar