Jumat, 12 Juli 2013

Mini Tesis Ekonomi Publik








MINI TESIS



“FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PEMERATAAN DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI WILAYAH KECAMATAN WIDODAREN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN APBD KABUPATEN NGAWI”



Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik, yang diampu oleh Dr. Mulyanto, M.E.









OLEH :

RATNA DWI KUSMAHARINI, SE

NIM : 8421113023 ( Reguler II )

Angkatan ke - 20



MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

PROGRAM PASCA SARJANA EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

TAHUN AJARAN 2013 / 2014

ABSTRAK



Tulisan ini dilatarbelakangi oleh adanya kondisi kurang meratanya jumlah tenaga pendidik pada tingkat pendidikan dasar di wilayah kecamatan Widodaren yang ternyata berdampak pada mutu dan kualitas dari para siswa yang dihasilkan oleh masing-masing sekolah. Sekolah yang berada di daerah pelosok biasanya selalu kekurangan tenaga pendidik dan infrastruktur penunjang kegiatan belajar mengajar semisal unit komputer, printer, perpustakaan, peralatan audio visual, dan ruang kelas yang memadai serta tenaga ahli di bidang IT ( Information Technology ).

Melalui program EDS ( Evaluasi Diri Sekolah ) yang mempunyai konsep berupa proses evaluasi diri yang didorong secara internal oleh sekolah itu sendiri dengan melibatkan pemangku kepentingan guna melihat kinerja sekolah terhadap pencapaian SPM ( Standar Perlayanan Minimal ) dan SNP ( Standar Nasional Pendidikan ) yang hasilnya dipakai sebagai dasar dalam peningkatan mutu proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa yang terumuskan dalam penyusunan RKS ( Rencana Kerja Sekolah ). Pasca program EDS ini dijalankan, kemudian dari Dinas Pendidikan Kabupaten yang berkerja sama dengan BKD ( Badan Kepegawaian Daerah ) melaksanakan program “Mapping” yaitu pemetaan terhadap sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pendidik maupun tenaga teknis untuk diisi dari sekolah-sekolah yang kelebihan tenaga pendidik maupun tenaga teknis sekaligus berusaha semaksimal mungkin mendekatkan rumah tenaga pendidik dengan sekolah tempat mengajar dengan tujuan efisiensi dan efektifitas.

Berhubungan dengan APBD Pemerintah Kabupaten, Kabupaten Ngawi pernah dihebohkan dengan hasil Riset Forum Indonesia untuk Transparansi anggaran ( FITRA ) yang memaparkan sumber dari Kementrian keuangan yang menyatakan bahwa ada 11 Kabupaten/Kota yang APBD nya lebih dari 70% habis untuk Gaji PNS dan kabupaten Ngawi menduduki peringkat ke 3 yang terancam di likuidasi. Dan menurut Data dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Ngawi, Dinas Pendidikan merupakan penyumbang pemborosan terbesar untuk Gaji PNS yaitu sejumlah 8.354 PNS dari total 13.841 PNS di Ngawi. Ditambah lagi dengan kondisi Gaji PNS yang selalu naik dan diiringi dengan kenaikan Tunjangan Guru serta Anggaran dari Tunjangan Sertifikasi Guru serta kenaikan tunjangan yang lainnya.

Namun, inti dari semua program yang ingin dilaksanakan dalam lingkup dunia pendidikan adalah semata demi terwujudnya sebuah generasi baru manusia Indonesia yang berkualitas dan bermutu tinggi sebagai hasil dari produk pendidikan yang disiapkan oleh pemerintah.





KATA PENGANTAR



Alkhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT yang senantiasa menuntun hati dan pikiran kami untuk mampu menyelesaikan pembuatan mini tesis ini dengan judul “FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PEMERATAAN DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI WILAYAH KECAMATAN WIDODAREN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN APBD KABUPATEN NGAWI”.

Berdasar pada tujuan pendidikan nasional di republik ini mengacu pada UUD 1945 ( Versi Amandemen ) pada Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.” Sedangkan jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Intinya adalah bahwa pendidikan di Indonesia sekarang ini haruslah berkualitas dan bermutu tinggi. Tingginya mutu dan kualitas pendidikan yang hendak dicapai hendaknya juga merata keseluruh lapisan masyarakat sampai ke pelosok desa seperti wilayah Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi yang berada diujung barat wilayah Provinsi Jawa Timur dan berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Namun apabila melihat kondisi APBD Pemkab Ngawi yang terancam dilikudasi karena untuk Anggaran Gaji PNS menembus ke angka 73% dari total APBD, idealnya kalau dari 73% Gaji PNS dari APBD angka terbesarnya dari Dinas Pendidikan, maka kualitas dunia pendidikan di ngawi juga seharusnya menorehkan prestasi yang luar biasa di tingkat nasional.

Terlepas dari ini semua adalah tercapainya tujuan pendidikan berupa pemerataan pendidikan dan tercapainya mutu pendidikan yang unggul di wilayah Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi yang berada dalam wilayah Provinsi Jawa Timur demi mengimbangi akan besarnya kebutuhan tenaga PNS di lingkup dinas pendidikan.






Penyusun







Ratna Dwi Kusmaharini, SE


DAFTAR ISI



Halaman Judul........................................................................................................................... i

Abstrak......................................................................................................................................... ii

Kata Pengantar.......................................................................................................................... iii

Daftar Isi...................................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................................... 3

2.1 Pemerataan Pendidikan dan Sarana Prasarana.............................................. 3

2.2 Pengembangan Kemampuan Guru.................................................................... 5

BAB III METODE KAJIAN......................................................................................................... 8

3.1 Deskriptif. ................................................................................................................. 8

3.2. Korelasional............................................................................................................ 8

BAB IV HASIL KAJIAN........................................................................................................... 10

4.1 Data.......... ............................................................................................................... 10

4.2 Analisis................................................................................................................... 10

4.3. Kontribusi..................................................................................................................... 10

4.4. Pembahasan......................................................................................................... 11

BAB. V. PENUTUP.................................................................................................................. 12

5.1. Kesimpulan........................................................................................................... 12

5.2. Saran...................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 13








BAB I

PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG

Kabupaten Ngawi terletak di perbatasan Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Data dari Kemdiknas total sekolah yang ada di Kabupaten Ngawi adalah 843 yang terdiri dari SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK baik di sekolah negeri ataupun swasta, Dalam hal ini SD, SMP, SMA, SMK baik negeri maupun swasta yang berada dalam naungan Dinas Pendidikan, sedangkan MI, MTS, MA baik negeri maupun swasta berada dalam naungan Depatemen Agama. Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi terbagi dalam 19 UPT Dinas Pendidikan Kecamatan, salah satunya adalah UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Widodaren yang kami gunakan sebagai salah satu contoh untuk pembuatan makalah ini. UPT Dinas Kecamatan Widodaren mempunyai tugas sebagai tempat pelayanan bagi TK dan SD yang terdiri dari 41 SD Negeri, 1 Swasta, 10 MI. Didalam lingkup UPTD Pendidikan Kec. Widodaren ini terdiri dari ± 320 PNS dan ± 190 NON PNS.

Tugas pokok di dalam UPT Dinas Pendidikan ini terbagi dalam 4 hal yaitu

1. Bagian Umum yang mengurusi surat menyurat, piket, absensi dan kebersihan kantor.

2. Bagian Pendidikan Dasar (DIKDAS) tugas pokok di kelembagaan misalnya mutasi Siswa, npsn, dapodik, bantuan siswa maupun bantuan ke lembaga.

3. Bagian Keuangan tugas pokoknya adalah untuk mengurus gaji, sertifikasi, pinjaman ke bank/koperasi.

4. Bagian Ketenagaan tugas pokoknya adalah segala hal tentang pegawai mulai dari urusan pensiun, kenaikan gaji berkala, kenaikan tingkat guru maupun pegawai struktural, mutasi pegawai, dll.

Di dalam dunia pendidikan dewasa ini mengalami banyak perkembangan dengan sangat cepat dan pesat. Demikian juga teknologi dan informasi juga tak mau ketinggalan dalam berlomba mencapai suatu perkembangan. Guru dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman dan pengetahuan para peserta didik.

Tujuan pendidikan secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu melalui proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan juga memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang handal. Persaingan global yang terjadi pada dunia pendidikan menuntut adanya jaminan kualitas layanan dan kemampuan pengelolaan agar menimbulkan kepercayaan publik terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah. Setiap sekolah dan semua elemen-



elemen tersebut harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa setiap sekolah semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas. Oleh karena itu, sekolah yang bermutu semakin dituntut untuk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan pendidikan yang diberikannya.



1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Pendidikan dan sarana prasarana belum merata

2. Kemampuan guru belum berkembang sesuai sertifikasi dari kualifikasi pendidikan yang telah diperolehnya.

3. Belum terpenuhinya harapan pemerintah kabupaten yang telah menggelontorkan dana besar terhadap dunia pendidikan dari anggaran APBD kabupaten ngawi.





BAB II

LANDASAN TEORI



1.

2.

2.1 PEMERATAAN PENDIDIKAN DAN SARANA PRASARANA

A. PEMERATAAN PENDIDIKAN

Sasaran pembangunan nasional salah satunya adalah pemerataan pendidikan, artinya memberi kesempatan kepada seluruh warga Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar. Pemerintah sudah menggalakkan wajib belajar 9 tahun, tetapi di sebagian warga masih belum terpenuhi dengan berbagai alasan misal faktor ekonomi yang tidak mampu sehingga harus membantu orang tua bekerja. Padahal saat ini dalam dunia kerja, pendidikan dijadikan syarat utama, namun karena adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat.

Menurut John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992) [1], mengidentifikasi pendidikan sebagai :

a) Memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa,

b) Mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan social

c) Untuk meratakan kesempatan dan pendapatan.

Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain merupakan fungsi ekonomi.

Diambil dari data blog Desy Ratna Dewi [2], mengenai perbedaan pengelolaan pendidikan di Negara maju dan di negara berkembang adalah di negara maju dan di negara kita mengenai masalah pendidikan. Ciri-ciri pendidikan di negara maju adalah sebagai berikut :

1. Adanya unsur paksaan agar peserta didik bersekolah

2. Diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar

3. Ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah

4. Tolok ukur keberhasilan Wajar adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah.

Dengan adanya peraturan ini, maka kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan kepada putra-putrinya baik di sekolah maupun jika dia tidak mau, pendidikan di rumah (home schooling) bisa ditempuh.

Berbeda dengan wajib belajar di Indonesia dicirikan :

1. Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif

2. Tidak ada sanksi hukum, sekedar sanksi moral



3. Tidak diatur dalam undang-undang tersendiri

4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan

Pada jenjang pendidikan formal, secara umum peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama, terutama bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil. Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemertaaan pendidikan di tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini, semisal : playgroup dan taman kanak-kanak. Pada daerah perkotaan pendidikan prasekolah secara formal sudah sering ditemukan, tetapi untuk daerah terpencil seperti di pedesaan, masih sangat jarang. Pendidikan sekolah dasar memang sudah cukup dirasakan pemerataannya di berbagai daerah, hal ini sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun, tetapi mutu dari pendidikan tersebut masih sangat berbeda antara daerah perkotaan dengan pedesaan. Pada pendidikan saat ini banyak bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam pelaksanaannya model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk kalangan borjuis, elit, dan berduit yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai kalangan atas.



B. PEMERATAAN SARANA PRASARANA

Sarana dan prasarana, maka pengertian ini tidak hanya menyangkut gedungnya, akan tetapi termasuk juga berbagai komponen dan fasilitas yang terdapat di sekolah tersebut. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang proses belajar mengajar.

Sarana merupakan komponen yang sangat penting dalam setiap aktifitas pendidikan, sarana pendidikan merupakan semua peralatan, yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.

Sarana pendidikan dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu: Pertama, ditinjau dari habis-tidaknya dipakai (sarana yang langsung habis di pakai dan sarana yang tahan lama). Kedua, ditinjau dari bergerak tidaknya. Ketiga, ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang proses belajar mengajar di sekolah. [3]

Sedangkan pengertian sarana atau alat adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan. [4]

Permasalahan permerataan ini disebabkan kurang adanya koordinasi yang baik antara sekolah yang didaerah dengan pusat, sehingga pemerintah pusat kurang bisa menjangkau daerah-daerah terpencil. Permasalahan tersebut bisa diatasi dengan jalan pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah memberi bantuan-bantuan secara tepat sasaran dan transparan. Untuk sarana fisik banyak sekali sekolah yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.



2.2 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN GURU

Dalam Undang-undang Guru dan Dosen, pengertian guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Kinerja seorang guru pada sekolah ditunjukan dengan kemampuan kerja dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

Sebagian besar masyarakat mengakui, mempercayai dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik putra-putrinya sebagai tunas-tunas muda harapan bangsa dan membantu mengembangkan potensinya secara proforsional. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber panghasilan penghidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standard mutu atau norma tertentu. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan pengakuan dari masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mengisyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, maka perlu kiranya dilakukan kegiatan-kegiatan dalam usaha peningkatan mutu guru, yaitu dengan cara :

1. Absensi dan Kedisiplinan Guru

Hal ini sangat menentukan mutu pendidikan guru, karena absensi dan kedisiplinan guru sangat berpengaruh demi kelancaran proses belajar mengajar. Jika guru jarang hadir atau tidak disiplin maka hal itu akan menghambat proses belajar mengajar dan akan mengakibatkan peserta didik menjadi malas. Akan tetapi jika guru selalu tepat waktu tidak pernah terlambat dalam mengajar, maka hal inilah yang akan menjadi pemacu semangat peserta didik dalam belajar.

2. Membentuk Teacher Meeting

Teacher Meeting dapat diartikan dengan pertemuan atau rapat guru yang merupakan salah satu teknik supervisi dalam rangka usaha memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah. Tujuan dari Teacher Meeting ini adalah menyatukan pendapat-pendapat tentang metode kerja yang akan membawa mereka bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran yang maksimal dan membantu guru, baik secara individu maupun secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, menganalisa problem-problem mereka.

3. Mengikuti Penataran

Penataran merupakan salah satu saran yang tepat untuk meningkatkan mutu guru terutama dalam hal kemampuan profesionalisme. Seperti yang diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah”: Penataran adalah usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing. [5]

Kegiatan penataran tersebut dimaksudkan untuk:

a. Mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing

b. Meningkatkan efisiensi kerja menuju ke arah tercapainya hasil

4. Mengikuti Kursus Pendidikan

Dengan mengikuti kursus akan menambah wawasan dan pengetahuan guru. Hal ini juga akan dapat meningkatkan profesionalisme guru lebih bermutu. Kegiatan kursus ini bisa dilakukan secara individu maupun kolektif.

5. Mengadakan Lokakarya atau Workshop

Lokakarya atau Workshop merupakan suatu kegiatan pendidikan dalam rangka pengembangan profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan, untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja bersama-sama baik mengenai masalah teoritis maupun praktis, dengan maksud untuk meningkatkan mutu hidup pada umumnya serta mutu dalam hal pekerjaan.



Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga kependidikan secara langsung bisa disebabkan oleh dibawah ini:

a. Faktor Gaji dan Kesejahteraan Guru

Menurut Mohammad Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI), hak utama guru yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.

b. Adanya Sistem Sertifikasi Pendidik dan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

Penataan sistem sertifikasi pendidik dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Misalnya untuk guru baru diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan, guru yang sudah menempuh masa kerja lama tidak dibebani dengan kualifikasi pendidikan, semuanya ada tahap-tahap yang harus ditempuh semisal dengan mengikuti jalur portofolio atau jalur PLPG.

c. Adanya Standar Pembinaan Karir

Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar.

d. Adanya Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan

Para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga training yang juga sudah terakreditasi. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru.





BAB III

METODE KAJIAN



3.

3.1 DESKRIPTIF

Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.

Banyak upaya-upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan salah satunya yaitu :

1. Pendidikan dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) tidak dipungut biaya. Operasional sekolah didanai Pemerintah dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Diharapkan dengan adanya BOS ini, sekolah tidak akan membebani siswa dengan iuran-iuran.

2. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh sekolah. Misal : bantuan perpustakaan, Perbaikan gedung, bantuan komputer, proyektor dll.

3. Memberikan kepada siswa yang berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu. Agar siswa dapat terus menuntut ilmu tanpa mempermasalahkan biaya pendidikan.

4. Menyebar lulusan guru-guru ke daerah-daerah yang masih minim tenaga pengajarnya. Agar tidak terjadi penumpukan lulusan guru di suatu daerah sehingga banyak lulusan guru yang bekerja di bukan keahliannya. Sedangkan di daerah lain masih kekurangan tenaga guru.



Dalam proses upaya peningkatan mutu pendidikan, guru merupakan komponen yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembinaan kedinasan yang sudah berjalan demi pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan serta program pembinaan dalam jabatan. Ada juga PLPG dalam sertifikasi, atau pembinaan-pembinaan melalui penataran-penataran peningktan mutu guru. Pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.

Dengan komptensi yang dimiliki, selain menguasai materi dan dapat mengolah program belajar mengajar, guru juga dituntut dapat melaksanakan evaluasi dan pengadministrasiannya. Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi merupakan kompetensi guru yang sangat penting. Evaluasi dipandang sebagai masukan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai komponen yang terdapat dalam suatu proses belajar mengajar.



Sedemikian pentingnya evaluasi ini sehingga kelas yang baik tidak cukup hanya didukung oleh perencanaan pembelajaran, kemampuan guru mengembangkan proses pembelajaran serta penguasaannya terhadap bahan ajar, dan juga tidak cukup dengan kemampuan guru dalam menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan evaluasi terhadap perencanaan kompetensi siswa yang sangat menentukan dalam konteks perencanaan berikutnya, atau kebijakan perlakuan terhadap siswa terkait dengan konsep belajar tuntas. Atau dengan kata lain tidak ada satupun usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi.



3.2. KORELASIONAL

Metode ini bertujuan untuk mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi.

Faktor yang dikaji disini adalah diantaranya :

- Tingkat kehadiran guru/pengajar

- Kedisiplinan guru dalam memanfaatkan waktu dikelas dalam hubungannya dengan kurikulum pendidikan.

- Pengelolaan manajemen sekolah berupa hubungan antara kepala sekolah sebagai manajer dengan para guru disekolah sebagai staffnya.

- Hasil output siswa berupa hasil studi siswa dan nilai hasil ujian siswa yang ditunjukkan dengan banyaknya kuantitas lulusan yang mampu diserap oleh tingkat pendidikan selanjutnya berupa sekolah unggulan





BAB IV

HASIL KAJIAN



4.

4.1 DATA

Dari hasil kajian tentang pemerataan mutu pendidikan diperoleh data bahwa :

- Masih banyak terdapat guru yang ditempatkan disekolah yang lokasinya jauh dari tempat tinggal sang guru. Ini terutama dialami oleh guru angkatan baru karena perekrutan PNS Guru baru dari kabupaten hanya berdar kepada kebutuhan sekolah.

- Masih terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan kualifikasinya atau tidak linier.

- Masih banyak terdapat sekolah yang secara teknis masih mengandalkan kemampuan tenaga honorer terutama dalam hal tenaga IT.



4.2 ANALISIS

Dari pengolahan data yang ada maka dapat dtemukan beberapa analisa diantaranya adalah :

- Pengajuan mutasi guru ke sekolah yang letaknya dekat dengan tempat tinggal guru.

- Menginput data guru ke dalam software aplikasi pendidikan yang mau tidak mau akan dihasilkan data guru dengan kondisi linier. Karena kalau didapatkan sebuah data guru yang tidak linier, maka software aplikasi menyatakan bahwa data tidak valid dan tidak dapat diverifikasi serta berdampak kepada proses pemberian tunjangan guru, maupun proses pengajuan kenaikan tingkat

- Mengumpulkan data tenaga honorer baik teknis maupun guru ke Dinas Pendidikan kabupaten.



4.3. KONTRIBUSI

Berdasarkan pada data yang telah diperoleh dan hasil dari analisis data, maka kontribusi yang dihasilkan berupa :

- Surat mutasi guru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten bidang ketenagaan.

- Terjadinya pembatalan atau penolakan pengajuan kenaikan tingkat bagi guru yang tidak linier berdasarkan output dari software aplikasi pendidikan.

- Diperoleh surat keputusan tentang penonaktifan tenaga honorer baik teknis maupun guru dari Dinas Pendidikan kabupaten supaya guru yang notabene sudah bersertifikasi secara tidak langsung dipaksa untuk meng-upgrade kemampuannya secara riil terutama kemampuan dalam bidang IT dan computer.



4.4. PEMBAHASAN

Hasil dari pemetaan ( mapping ) tenaga pendidikan di wilayah kecamatan widodaren kabupaten ngawi ternyata belum mampu menyelesaikan permasalahan pemerataan mutu pendidikan dikarenakan masih adanya faktor x berupa faktor birokrasi dan faktor kolusi dengan pejabat di pemerintahan kabupaten.



BAB V

PENUTUP



5.1. KESIMPULAN

Dari uraian diatas, maka dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemerataan pendidikan di kecamatan widodaren kabupaten ngawi meliputi :

Ø Persamaan hak bagi setiap warga di Kecamatan Widodaren untuk mendapatkan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah dengan mengoptimalkan penggunaan dana BOS maupun dukungan masyarakat dari komite sekolah masing-masing.

Ø Pemerataan kualitas sarana dan prasarana pendidikan berupa gedung sekolah yang memadai dan tenaga pendidik yang merata secara kuantitas maupun kualitas.

Ø Pemerataan kualitas tenaga pendidik berupa pemerataan distribusi jumlah guru bersertifikasi pada masing-masing sekolah di wilayah kecamatan widodaren berupa program “Anlisis Kebutuhan Guru”.

2. Peningkatan mutu pendidikan yang meliputi diantaranya :

Ø Peningkatan materi ajar yang mengacu pada kurikulum pendidikan nasional dengan senantiasa membuat RPP ( Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ) yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.

Ø Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru ( UKG ) secara online dengan harapan terwujudnya perbedaan yang sangat mencolok dari segi kualitas antara tenaga didik yang belum bersertfikasi dengan yang sudah.

Ø Perlunya evaluasi yang berkesinambungan berupa “masih layakkah sertifikasi seorang tenaga pendidik diperpanjang?”



5.2. SARAN

Dari itu semuanya dapatlah dimunculkan indikator tercapainya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di kecamatan widodaren kabupaten ngawi dari hasil output para lulusan yang mampu bersaing di sekolah tingkat tinggi yang bertaraf nasional maupun bertaraf internasional serta kompetensi lulusan sekolah kejuruan untuk menciptakan lapangan kerja baru yang inovatif dan memiliki daya kreasi dan daya saing tinggi.








DAFTAR PUSTAKA



1. Menurut John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992)

2.

3. Burhanuddin Dkk, Op. Cit: 86

4. Abu. Ahmadi. Nur, Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1991: 140

5. Djumhur, Moh. Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, CV. Ilmu, Bandung, 1975: 115

6. www.wartaekonomi.co.id, Data Kinerja Ekonomi Daerah Tahun 2013

7. www.surabayapagi.com. Ngawi, Kabupaten Paling Boros APBD di Jatim

8. www.kotangawi.com, APBD Pemkab Ngawi Diancam Likuidasi


Kuliah Lapangan : Ekonomi Pembangunan



TUGAS KULIAH LAPANGAN

“SOLUSI MENGATASI PROBLEMATIKA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) PADAT KARYA DI DESA SUSUKAN KABUPATEN SALATIGA”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH “EKONOMI PEMBANGUNAN”
DOSEN PENGAMPU : Dr. AM. Soesilo, M.Sc


OLEH :
RATNA DWI KUSMAHARINI, SE
NIM : 8421113023 ( Reguler II )
Angkatan ke - 20





MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCA SARJANA EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN AJARAN 2013 / 2014

Usaha Kecil Menengah atau yang sering disingkat UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah. UKM  ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM ini juga sangat membantu negara atau pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu UKM juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. UKM ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar.
Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di “PADAT KARYA” yang terletak di daerah Salatiga cukup berkembang. Kontribusinya terhadap perekonomian baik perekonomian keluarga masing-masing maupun perekonomian daerah Susukan dan perkembangannya cukup bagus. Salah satu produk yang banyak di produksi oleh “Padat Karya” dan memberi kontribusi pada perkembangan perekonomian adalah kerajinan. Kegiatan usaha ini dikhususkan untuk perempuan di Desa Susukan dengan harapan bisa membantu meningkatkan atau menambah pemasukan perekonomian keluarganya.
Ibu-ibu di Desa Susukan ini berusaha membantu suaminya dalam mencari nafkah dengan menjadi buruh disawah dari pagi sampai siang, Biasanya meraka mendapatkan upah sekitar Rp. 12.500,- per hari. Disela kegiatannya itu mereka membuat kerajinan dari bambu untuk tempat pindang, besek, dll. Kerajinan dari bambu ini pernah dikembangkan menjadi kerajinan modern. Sebenarnya untuk pembuatan aneka besek ini tidak menemui kendala baik dari segi pembuatan maupun segi pemasaran. Aneka besek ini setelah jadi langsung di beli oleh pengepul jadi mereka tidak akan menimbun besek terlalu lama, dan merekapun langsung mendapatkan uang untuk kemudian dibelikan bambu lagi.
Mengenai permasalahan tentang permodalan itu sendiri peruntukannya lebih cenderung untuk menutupi kebutuhan operasional keluarga sehari-hari ketimbang untuk pengembangan usaha kerajinan besek. Kebutuhan operasional rumah tangga itu sendiri meliputi : keperluan sekolah anak-anak mereka, pulsa handphone dan kebutuhan konsumtif lainnya. Rupanya inilah yang menjadi pokok permasalahan dan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Kebanyakan mereka beranggapan bahwa menyekolahkan anak-anak mereka tidaklah perlu sampai tingkat pendidikan tinggi. Asalkan anak-anak mereka sudah bisa baca tulis dan hitung itu sudahlah cukup. Alasan yang lainnya adalah yang penting anak-anaknya sudah pernah mengenyam bangku sekolah. Hal tersebut diataslah yang kemudian menjadikan sebuah permasalahan baru yaitu bantuan permodalan yang mereka terima bukannya digunakan untuk pengembangan usaha melainkan untuk keperluan operasional keluarga. Sehingga usaha kerajinan yang mereka geluti selama ini cenderung tidak bisa berkembang apalagi maju.
Kebutuhan lain yang diperlukan oleh masyarakat desa Susukan adalah kebutuhan akan kesehatan serta pemahaman akan pola hidup sehat dalam keseharian mereka. Untuk itulah maka pihak pengelola menyediakan layanan Dokter Gratis untuk layanan umum maupun layanan khusus anak dan balita dan Ibu.
Kontribusi mereka terhadap produk-produk kerajinan yang di produksi dan pasarkan secara umum masih dianggap cukup kecil, namun seharusnya UKM bisa menguasai pasar produk kerajinan tersebut sehingga akan dapat berkembang.
Ada beberapa motivasi untuk pengembangan UKM yaitu :
1.    UKM dijadikan mata pencaharian pokok.
2.    Anggota UKM di asah jiwa kewirausahaannya.
Langkah Penanggulangan Masalah
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan dalam menjalankan usaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain : BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada solusi saling menguntungkan (win-win solution).

4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Program Bantuan Siswa Miskin
Meski dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan peserta didik, tetapi masih banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah, putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan selanjutnya. Salah satu penyebab hal tersebut adalah kesulitan orang tua / keluarga dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis, sepatu, biaya transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung oleh dana BOS. Program BSM adalah Program Nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa miskin memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu siswa memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran, mendukung program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (bahkan hingga tingkat menengah atas), serta membantu kelancaran program sekolah.
Melalui Program BSM ini diharapkan anak usia sekolah dari rumah-tangga/keluarga miskin dapat terus bersekolah, tidak putus sekolah, dan di masa depan diharapkan mereka dapat memutus rantai kemiskinan yang saat ini dialami orangtuanya.  Program BSM juga mendukung komitmen pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Kabupaten/Kota miskin dan terpencil serta pada kelompok marjinal.
Program ini bersifat bantuan langsung kepada siswa dan bukan beasiswa, karena berdasarkan kondisi ekonomi siswa dan bukan berdasarkan prestasi (beasiswa) mempertimbangkan kondisi siswa, sedangkan beasiswa diberikan dengan mempertimbangkan prestasi siswa.
Dana BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi dengan besaran sebagai berikut:
  1. BSM SD & MI sebesar Rp. 360.000 per tahun
  2. BSM SMP & MTs sebesar Rp. 550.000 per tahun
  3. BSM SMA,SMK& MI sebesar Rp. 780.000 per tahun, dan
  4. BSM Perguruan Tinggi sebesar Rp. 1.200.000 per tahun.
Informasi dan penjelasan lebih lanjut bisa membuka website : http://www.tnp2k.go.id
6. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma
Layanan ini merupakan program dari Dompet Dhuafa Republika. LKC memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada peserta (member) yang telah terverifikasi. Di mana setiap calon penerima manfaat mendaftar ke LKC dan kemudian disurvey oleh tim survey.
Jika lulus jadi member, maka akan diberikan kartu peserta yang berlaku 1 tahun. Dengan adanya kartu peserta, penerima manfaat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis selama 1 tahun tersebut.
Layanan ini bisa didapatkan di www.lkc.or.id yang merupakan salah satu program dari “Dompet Dhuafa”. LKC memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada peserta (member) yang telah terverifikasi. Di mana setiap calon penerima manfaat mendaftar ke LKC dan kemudian disurvey oleh tim survey.
7. Membangun Koperasi UKM
Koperasi dibangun dengan asas “dari anggota, dan untuk anggota”. Anggota disini adalah anggota UKM. Dalam perkembangannya kemudian bisa menjadi Koperasi UKM dan Koperasi Simpan Pinjam.
8. Membangun Taman Pintar Super Mini
Dengan kondisi yang serba terbatas, sedari dini mulai dirintis pembangunan Taman Pintar yang juga berfungsi sebagai taman bermain bagi anak-anak para anggota UKM.


Sabtu, 27 April 2013

Tweet Palsu 3 Menit, Rp. 1.900 Triliun Menguap

Jawapos, Kamis, 25 April 2013

Horor Tiga Menit Wall Street
"Keamanan Robot Trading Wall Street Dipertanyakan"

NEW YORK - Wall Street mengalami peristiwa aneh yang pertama terjadi sepanjang sejarah pada Selasa siang (23/4). Indeks saham terempas, namun selama tiga menit saja. Penyebabnya tak lain adalah sebuah tweet dari akun @AP yang berisi : "Breaking : Two Explosions in the White House and Barack Obama is injured". "Dua ledakan terjadi di Gedung Putih dan melukai Barack Obama". 
Saat tweet itu muncul pada pukul 13.07, aksi jual langsung melanda Wall Street. Indeks S&P 500 sudah menanjak sekitar 1 persen ke 1.578. Namun, tiba-tiba indeks acuan tersebut anjlok 0,93 persen. Bersama S&P 500 yang jatuh, indeks Dow Jones pun seketika tenggelam 143 poin. Saham Exxon Mobil Corp., Apple, Johnson & Johnson, dan Microsoft Corp. langsung terpangkas sekitar 1 persen.
Kejadian itu hanya berlangsung tiga menit sebelum akhirnya saham-saham tersebut kembali rebound. Walau cuma tiga menit, jika dihitung dari kapitalisasi pasar S&P 500 sebesar USD 14,6 triliun, penurunan tersebut menghapus sekitar USD 136,5 miliar dari nilai indeks. Jika ditambah dengan kerugian di emiten, nilai yang menguap ditaksir sekitar USD 200 miliar atau sekitar Rp. 1.900 triliun.
"Kami melihat penurunan besar di futures segera sesudah headline AP Tweeter Feed itu keluar melaporkan kejadian di White House. Berita itu segera menyebar, namun kami menasehati klien bahwa tak ada konfirmasi dari White House atau media lainnya," Kata Dave Lutz, head of echange traded fund trading & strategy di Stifel Nicolaus & Co.
Tentu saja tweet tersebut palsu. AP menyatakan, akun Twitter-nya telah dibajak. AP segera menghapusnya begitu mengetahui apa yang terjadi.
Horor di pasar berakhir. Kisah  sehari yang tak terlupakan di pasar AS itu pun berujung bahagia. Indeks Dow Jones ditutup naik 1,05 persen ke 14.719,46. Indeks S&P 500 menanjak 1,04 persen ke 1.578,78. Pendorong kenaikan tersebut adalah laporan kinerja emiten yang positif, misalnya dari Netflix Inc. dan Travelers Co. Angka penjualan rumah baru di AS juga terangkat.
AP menyatakan, akunnya diretas oleh kelompok dari luar perusahaan. Gedung Putih juga mengeluarkan konfirmasi bahwa tidak ada ledakan dan presiden sehat wal afiat. Namun, semua sudah terlambat bagi para trader yang memakai program jual-beli saham otomatis atau biasa disebut robot trading. Program komputer itu mampu membeli dan melepas saham secara otomatis setelah menganalisis kabar berita terbaru, termasuk kicauan dan status di media sosial, seperti Twitter dan Facebook.
Melalui sebuah tweet lain, sekelompok orang yang menyebut dirinya sebagai Pasukan Elektronik Syria atau Syrian Electronic Army mengaku bertanggung jawab atas kicauan palsu di akun AP tersebut. Kumpulan itu, yang mengaku sebagai "sekelompok pemuda Syria yang Antusias" mendukung Presiden  Syria Bashar al-Assad.
Cerita horor tiga menit itu pasti tak begitu saja berlalu. Aksi jual gila-gilaan dalam tempo sangat singkat membuat banyak trader terenyak dan gigit jari walaupun bursa langsung pulih dan kejatuhan itu tertutupi. "Rasanya begitu menakutkan dan membuat frustasi. Sebuah tweet bisa menghapus ratusan miliar dollar di pasar dalm waktu sekejap, tapi memang begitulah dunia kita saat ini, "ujar R.J Grant, associate director perdagangan ekuitas Keefe, Bruyette & Woods.
Kegagalan robot trading dalam mendeteksi tweet itu palsu membuktikan bahwa peran manusia tetap dibutuhkan dalam sistem sekompleks apa pun, tak terkecuali di trading saham.

Jumat, 26 April 2013

KETERKAITAN ANTARA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI


PAPER EKONOMI PEMBANGUNAN

“KETERKAITAN ANTARA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH “EKONOMI PEMBANGUNAN”

OLEH :
RATNA DWI KUSMAHARINI, SE
NIM : 8421113023 ( Reguler II )
Angkatan ke - 20

MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCA SARJANA EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN AJARAN 2013 / 2014


KATA PENGANTAR

Alkhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT yang senantiasa menuntun hati dan pikiran kami untuk mampu menyelesaikan pembuatan paper ini dengan judul “KETERKAITAN ANTARA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI”.
Pembangunan berkelanjutan menurut Wikipedia adalah proses pembangunan ( lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb ) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” ( menurut Brundtland Report dari PBB tahun 1987 ). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari bahasa inggris “sustainable development”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan keejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Dilanjutkan dengan ayat kedua yang berbunyi “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum”.
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.  Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.  Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.  Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.  Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.  Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.  Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.  Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.  Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju


Penyusun






Ratna Dwi Kusmaharini, SE


DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
      1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 4
BAB II PEMBANGUNAN NASIONAL & PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. 5
      2.1 Pembangunan Nasional................................................................................... 5
      2.2 Pembangunan Berkelanjutan.......................................................................... 6
BAB III KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI.............................................................................................. 9
      3.1 Kebijakan Nasional & Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup . 9
      3.2 Kebijakan Nasional & Daerah Dalam Penegakan Hukum Lingkungan.. 11
      3.3 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi Tentang Lingkungan Hidup... 13
BAB IV POTRET LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH............................................. 15
      4.1 Peran Ngawi Dalam Menyongsong “Menuju Indonesia Hijau” (MIH)...... 17
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................... 28
      5.1 Kesimpulan......................................................................................................... 28
      5.2 Saran.................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 29


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan.
Sedangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten ngawi ini pula perlunya dikondisikan dengan potensi unggulan daerah ngawi itu sendiri. Dan untuk mengetahui potensi unggulan daerah dapat dilihat pada struktur perekonomian suatu daerah, karena dalam struktur perekonomian suatu daerah ditunjukkan besarnya kontribusi masing-masing sector ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah, hal tersebut menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan  produksi  dari  masingmasing  sektor ekonominya,  artinya

semakin  besar  konstribusi  suatu sektor  terhadap  struktur  perekonomian  daerah  maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan daerah.
Perekonomian  suatu  wilayah  dapat  diamati  melalui beberapa  indikator  makro,  diantaranya  nilai  tambah  yang dihasilkan  oleh  setiap  sektor  produksi  yang  dikenal  dengan Produk  Domestik  Regional  Bruto  (PDRB).  PDRB  menurut lapangan  usaha,  atau  menurut  sektor  produksi  merupakan penjumlahan  nilai  tambah  bruto  yang  dihasilkan  oleh seluruh  unit  kegiatan  ekonomi  yang  beroperasi  di  wilayah yang bersangkutan pada suatu periode waktu tertentu.
Dengan  demikian  PDRB  merupakan  nilai  tambah yang  dasar  pengukurannya  timbul  akibat  adanya  berbagai aktivitas  ekonomi  dalam  suatu  wilayah.  Data  PDRB  dapat menggambarkan  suatu  kemampuan  daerah  dalam mengelola  sumber  daya  alam  yang  dimilikinya.  Besaran PDRB  yang  dihasilkan  oleh  masingmasing  daerah  sangat bergantung  pada  potensi  sumber  daya  alam  dan  faktor produksinya. Dari  angka  PDRB  antara  lain  dapat  diketahui struktur  perekonomian  dan  laju  pertumbuhan  ekonomi daerah.
Perkembangan  penduduk  di  Kabupaten  Ngawi didominasi  oleh  Sembilan  sektor diantaranya :
1.      Sektor Pertanian
Ø  Tanaman bahan makanan
Ø  Tanaman perkebunan
Ø  Peternakan
Ø  Kehutanan
Ø  Perikanan
2.      Sektor Pertambangan dan Penggalian
3.      Sektor Industri Pengolahan
4.      Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
5.      Sektor Bangunan
6.      Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
7.      Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
8.      Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9.      Sektor Jasa
Pertumbuhan  Ekonomi  Kabupaten  Ngawi mengalami  kenaikan  dalam  setiap  tahun  walaupun belum cukup besar. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi  merangkak  naik  dari  5,21  persen  tahun  2006 setelah sempat turun pada tahun 2007, dalam 3 tahun terakhir  terus meningkat hingga mencapai 6,09 persen pada  tahun  2010.  Sama  dengan  tahun  sebelumnya, pada  tahun  2009  ekonomi  Kabupaten  Ngawi mengalami peningkatan pertumbuhan,

Gambar
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi dan Jawa Timur
Tahun 2006‐2010 (Persen) seperti pada tabel berikut ini :

Sumber : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Ngawi Tahun Anggaran 2011

Laju Pertumbuhan PDRB Sektoral  Kabupaten Ngawi
Tahun 2008‐2010 (Persen)

   No
Sektor
2008
2009
2010
1.
Pertanian
5,52
5,10
4,87
2.
Pertambangan & Penggalian
5,47
4,28
3,19
3.
Industri Pengolahan
6,75
6,29
6,22
4.
Listrik, Gas & Air
9,14
11,28
7,24
5.
Konstruksi
3,32
5,33
6,77
6.
Perdagangan, Hotel & Restoran
6,40
6,87
8,82
7.
Angkutan & Komunikasi
6,10
6,97
8,09
8.
Keuangan, Persewaan & Js Persh
4,41
3,96
5,28
9.
Jasa-jasa
3,99
4,53
3,40

PDRB
5,52
5,65
6,09


 



 Sumber : BPS Kabupaten Ngawi
Dalam  rentang waktu 3  (tiga)  tahun  yaitu  dari  tahun 2006  sampai  dengan  tahun  2008,  pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi selalu dibawah pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Timur. Hal ini bisa dimengerti karena perekonomian Jawa Timur didominasi sektor industri, sedangkan perekonomian kabupaten ngawi didominasi sektor pertanian, dimana pada umumnya pertumbuhan sektor industri akan lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Namun karena adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mengalami perlambatan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi yang didominasi sektor pertanian tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global.
oleh sebab itu dalam paper ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah khususnya di wilayah kabupaten ngawi.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.    Pengelolaan lingkungan hidup yang menunjang pembangunan berkelanjutan
2.    Peranan otonomi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup

BAB II
PEMBANGUNAN NASIONAL DAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

2.1 PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
2.2  PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang.
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development – WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
·       Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
·       Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.
Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.


BAB III
KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM OTONOMI DAERAH KABUPATEN NGAWI

Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
3.1 KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
·                Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
·                Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
·                Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
·                Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1.      Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan

hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2.      Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
3.      Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4.      Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5.      Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

3.2 KEBIJAKAN NASIONAL DAN DAERAH DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
·       Regulasi Perda tentang Lingkungan.
·       Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
·       Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
·       Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
·       Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
·       Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
·       Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
·       Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

3.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP
Pada paparan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban ( LKPJ BAB II ) Bupati Ngawi tahun Anggaran 2011, pada sub bab tentang Misi ke-5 dari paparan tentang kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai Lima Tahun kedepan ( 2010 – 2015 ). Tujuan ke-2 nya adalah “Terwujudnya sinkronisasi pengembangan wilayah, konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup”. Kebijakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut adalah :
1.      Operasionalisasi Rencana Tata Ruang sesuai dengan hierarki perencanaan ( RTRW-Provinsi dengan RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar-sektor dan antar wilayah.
2.      Mendorong pemerataan pembangunan dengan percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah melalui pembentukan sentra-sentra baru.
3.      Meningkatkan peran serta dan seluruh potensi masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan sarana persampahan dan drainase, termasuk mendorong terbentuknya regionalisasi pengelolaan persampahan.
4.      Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
5.      Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, dan berperan aktif sebagai control sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.
6.      Meningkatkan upaya konservasi air tanah melalui pengisian kembali (recharging), pembuatan sumur resapan, atau aplikasi teknologi lain yang tersedia dan layak.
7.      Meningkatkan jumlah rumah tangga, terutama penduduk miskin yang memperoleh pelayanan listrik.
8.      Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pengelolaan pertambangan.
Sedangkan anggaran belanja fungsi lingkungan hidup pada tahun 2011 sebesar Rp. 5.648.300.197,- terdiri dari Belanja Tidak Langsung Rp. 1.330.550.981,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 4.317.749.216,- yang dianggarkan ke dalam Pos Belanja, pada :
1.      Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya dan Kebersihan. Dengan Program :
a.     Pengembangan kinerja pengelolaan persampahan
b.     Pengelolaan RTH ( Ruang Terbuka Hijau ).
2.      Kantor Lingkungan Hidup
Dengan program :
a.     Pelayanan Administrasi Perkantoran
b.     Peningkatan sarana dan prasarana aparatur
c.      Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
d.     Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
e.     Peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
f.       Peningkatan pengendalian polusi


BAB IV
POTRET LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH

Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.
Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut.
·           Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain
·           Pandanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
·           Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga harus didukung oleh

sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
·           Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
·           Lemahnya implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
·           Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
·           Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
·           Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
4.1 PERAN NGAWI DALAM MENYONGSONG “MENUJU INDONESIA HIJAU ( MIH )”
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam mendorong masyarakat untuk menghijaukan lahan merupakan tindakan yang tepat dan baik, ditopang dengan keterpaduan dan sinergis lintas unit kerja sehingga pada tahun 2007 Kabupaten Ngawi memdapat penghargaan “Piagam Menuju Indonesia Hijau (MIH)” yang diserahkan oleh Menteri Negara Lingkungan pada acara konferensi perubahan iklim di Bali tanggal 5 Desember 2007.Penghargaan itu merupakan lecutan dan motivasi agar Kabupaten Ngawi untuk lebih meningkatkan pengelolaan vegetasi khususnya tutupan lahan tidak hanya pada dataran rendah tetapi juga di dataran tinggi yang mencakup  kawasan konservasi dan /atau kawasan lindung  yang saat sekarang tutupan lahan secara keseluruhan baru mencapai 20 %,  maka dengan Program dan Kegiatan tersebut secara terpadu bisa menghasilkan capaian  30 % lebih.
Selain itu dengan semakin punahnya satwa-satwa langka (fauna langka) dan tumbuh-tumbuhan langka (flora langka) membuat Pemerintah dan masyarakat bahu membahu dalam melestarikan, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada guna lebih membuat keaneka ragaman hayati bias tetap lestari. Namun  sangat disayangkan “predikat MIH di tahun 2008 lepas dari Kabupaten Ngawi” hal itu juga dampak  bencana banjir di penghujung akhir tahun 2007, yaitu mulai tanggal 26 Desember sampai dengan 31 Desember 2007. yang meluluh lantakan keanekaragaman hayati di Kabupaten Ngawi.
Untuk mengetahui mengapa Kabupaten Ngawi bisa mendapatkan penghargaan itu maka bisa disimak :
PROFIL KABUPATEN NGAWI MENUJU INDONESIA HIJAU ( M I H ) Tahun 2007 menuju ke Lingkungan sehat
A.     Gambaran Umum Wilayah
1.      Geografis
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2. secara administratsi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7º21’ – 7º31’ Lintang Selatan dan 110 º10 – 111º40 Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut :
ü  Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.
ü  Sebelah Timur : Kabupaten Madiun.
ü  Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
ü  Sebelah Barat : Kabupaten Karangayar dan Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah).
Topografi wilayah Kabupaten Ngawi sebagaian besar merupakan dataran rendah seluas 95% dari luas wilayah dan sisanya merupakan dataran tinggi dengan dataran tertinggi berada pada 2.000 mdpl dengan luasan sebesar 5% dari luas wilayah Kabupaten Ngawi. Dataran tertinggi di Kabupaten Ngawi berada dalam ekosistem Gunung Lawu dimana secara administrative terdapat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu : Sine, Jogorogo dan Kendal yang terletak dikaki Gunung Lawu.
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada akhir tahun 2006 adalah 879.193 jiwa, terdiri dari 429.921 penduduk laki-laki dan 449.272 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 96. Artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki.
Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi berdasarkan Janis kelamin
di masing-masing kecamatan pada tahun 2007 dan 2008  dapat dilihat pada  Ngawi dalam angka 2009 secara lengkap (
klik disini), sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi berdasarkan Janis kelamin
di masing-masing kecamatan pada tahun 2005 dan 2006.
No
Lokasi
Tahun 2005
Tahun 2006
Luas (Ha)
Jml. Pohon
Luas (Ha)
Jml. Pohon
    1
    2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Sine
Ngrambe
Jogorogo
Kendal
Geneng
Gerih
Kwadungan
Pangkur
Karangjati
Bringin
Padas
Kasreman
Ngawi
Paron
Kedunggalar
Pitu
Widodaren
Mantingan
Karanganyar
612
800
490
512
512
256
87
155
41
308
472
273
676
398
90
401
97
342
591
611.873
799.600
488.781
511.675
511.615
255.808
86.710
155.480
41.461
308.240
471.845
273.423
675.982
398.093
90.400
400.500
98.925
341.900
590.950
728
882
656
628
256
256
106
168
108
374
288
247
972
398
140
483
172
342
673
728.123
882.100
656.031
627.925
255.808
255.808
106.210
168.480
107.711
374.490
288.423
247.173
792.232
398.093
140.400
483.000
171.925
341.900
673.450
Kegiatan persawahan dan perkebunan merupakan kegiatan pemanfaatan lahan yang paling banyak dilakukan di kawasan budidaya dan menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan perkebunan di kawasan budidaya juga diselingi dengan hutan rakyat dengan jenis pohon jati dan mahoni, jenis tersebut merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan, luasan hutan rakyat di Kabupaten Ngawi mencapai12.942 ha yang terdistribusi secara terbesar di kecamatan dengan umur tanaman 2-6 tahun. Sementara di kawasan hutan lindung yang berada di Gunung lawu di dominasi oleh jenis pinus.
Kabupaten Ngawi memiliki dua sungai utama yang mengaliri wilayahnya yaitu : Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Kali Madiun dengan panjang 28 km dan Bengawan Solo panjangnya 63 km yang melintasi 13 kecamatan di wilayah Kabupaten Ngawi (kecamatan di Kabupaten Ngawi jumlah 19 kecamatan), menjadi salah satu sumber air potensi bagi kehidupan masyarakat di daerah alirannya. Sungai Bengawan Solo melewati 7 kecamatan yaitu : (Mantingan, Widodaren, Karanganyar, Kedunggalar, Pitu, Paron, Ngawi) dan Sungai Madiun melewati 6 kecamatan (Kwadungan, Pangkur, Karangjati, Geneng, Padas, Ngawi). Potensi sumber air lainnya berupa mata air dan waduk tersebar beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Ngawi. Potensi sumber mata air, waduk dan situ dapat dilihat  pada tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2 : Daftar Waduk Kabupaten Ngawi
   No
Nama
Kecamatan
Luas
Kedalaman
    1
Pondok
Bringin
30.9 Km2
30 m
    2
Sangiran
Bringin
20.6 Km2
28 m
    3
Dungbendo
Kasreman
600.000 Km2
11.6      m
Daftar Situ di Kabupaten Ngawi
   No
Nama
Kecamatan
Luas
Kedalaman
    1
Losari
Mantingan
3 Ha
10 m
    2
Kalibening
Mantingan
2.5 Ha
8 m
    3
Kasreman
Kasreman
1.5 Ha
8 m
Jumlah Mata Air di Kabupaten Ngawi, lokasi debit rata-rata dalam m3/detik serta pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 3. dibawah ini.
Tabel 3 : Jumlah Mata Air di Kabupaten Ngawi
No
Jumlah Mata Air (buah)
Lokasi
Kecamatan
Debit Rata-rata
m3/detik
Pemanfaatan
    1
19
Kendal
0,004
Air minum
    2
49
Kendal
0,002
Pertanian
    3
97
Ngrambe
0,003
Pertanian
    4
7
Ngrambe
0,091
Air minum
    5
2
Ngawi
0,005
Air minum
    6
2
Kasreman
0,008
Pertanian
B.     Tutupan Lahan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Kabupaten Ngawi.
Berdasarkan hasil intreprestasi Citra Satelit Landsat TM tahun 2007 diperoleh informasi, bahwa sebagian besar tutupan lahan di Kabupaten Ngawi berupa kebun campuran seluas 58.800 Ha (42%), sawah seluas 48.376 Ha (35%). Hal tersebut mengindikasikan, bahwa mata pencaharian utama masyarakat setempat adalah bercocok tanam dan bertani.
Luas kawasan lindung di Kabupaten Ngawi sebesar 5% dari luas administrative yang diatur dalam Perda 2 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Proporsi tutupan lahan kawasan lindung di Kabupaten Ngawi tergolong masih baik, yakni luasan hutan alam masih 55% dari luas kawasan lindung. Kawasan lindung di Ngawi memiliki kelerengan lebih besar dari 40% dan termasuk dalam ekosistem Gunung Lawu, dimana sebagian besar wilayah Kabupaten Ngawi berada di sebelah utara Gunung Lawu.Kondisi penutupan lahan sekitar sungai di Kabupaten Ngawi pada tahun 2007 sebagian besar berupa hutan jati, mahoni dengan kenopi yang rapat, keadaan tersebut dapat di temui hamper diseluruh sempadanan Sungai Bengawan Solo yang melewati Kabupaten Ngawi. Sementara penggunaan lahan lainnya berupa perkebunan campuran, sawah, dan sebagian kecil perkampungan jarang penduduk yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Pengelolaan sempadan sungai dilakukan dengan model kerjasama multisektor dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi, dan dunia usaha.
Kondisi penutupan lahan di sekitar waduk pada umumnya adalah hutan jati dengan usia muda. Pengelolaan dan sebagai contoh adalah Waduk Pondok.  Dari  upaya   yang   telah  dilakukan  tersebut memberikan dampak pengingkatan debit   waduk yang dimanfaatkan untuk kegiatan irigasi pertanian. Selain berfungsi sebagai sumber air bagi kegiatan pertanian, waduk juga di fungsikan sebagai parker air untuk menurunkan resiko terjadinya banjir.
Sebagian besar wilayah kawasan lindung di Kabupaten Ngawi berupa perkebunan, sawah, dan hutan rakyat. Jenis perkebunan berupa tanaman kacang-kacangan, singkong, ketela, dan pisang. Keberadaan hutan rakyat yang merupakan dorongan Pemerintah Daerah untuk menjaga keseimbangan fungsi lahan dan peresapan air berupa jati, dan mahoni.
C.    Kawasan Peyangga
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam pengelolaan kawasan peyangga diatur dalam Perda Nomor : 2 Tahun 1996. Pola pengelolaan kawasan peyangga (buffer zone), difokuskan pada kawasan-kawasan perlindungan setempat, seperti kawasan sekitar mata air. Pola pemanfaatan kawasan peyangga disesuaikan dengan kondisi sosial di beberapa lokasi di temukan pola pemanfaatan dengan menghasilkan tanaman kayu, dan penerapan jasa lingkungan dilakukan di Kecamatan Kendal, Ngrambe dan Sine
D.    Keanekaragaman Hayati
Flora dan fauna yang dilindungi pada umunya masih dapat ditemukan meskipun jumlah populasi belum dapat dipastikan, Jenis flora yang mudah di temukan adalah bambu ori di sepanjang aliran Bengawan Solo dan kali madiun Madiun (panjang kedua sungai 80 Km),  sedangkan fauna yang mudah ditemukan Kijang dan babi hutan kebanyakan di kawasan hutan lindung, dan/ atau kawasan konservasi di lereng gunung lawu. Sebagian besar keberadaan flora dan fauna yang dilindungi berada di hutan lindung gunung Lawu dan kawasan penyangga. Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Ngawi jenis flora dan fauna yang dilindungi disebutkan pada tabel 4 di bawah ini
Table 4 : Daftar Keberadaan Fauna & Flora yang dilindungi Tahun 2006

   No
Fauna
Flora
Nama Lokal
Nama Latin
Nama Lokal
Nama Latin
1
Landak
Hystrix Crassinipinis
Palem Jawa
Ceratolabus Glaucescens
2
Teringgiling
Manis Javanica
Anggrek Bulan
Paraphalaenopsis Laycockii
3
Bajing Tanah
Lariscus Insegnis
Anggrek Jingga
Rematera Matutina
4
Luwak
Felis Mamorata
Anggrek Sendok
Spathologothis Zurea
5
Rusa
Cervus Timorensis
Pinang Jawa
Pinganga Javana
6
Kuntul besar, sedang, kecil
Egrat Aiba, Egrat Intermedia, Egrat Garzeta
Serdang
Livistona Rotundifolio
7
Elang Jawa
Spizaetus Bartelsi
Anggrek Karibas
Corybas Fornicatus
8
Alap – alap
Falio Tinunculus
Anggrek Jamrud
Dendrobium Macrophilum
9
Elang Tikus
Elamus Caerelus
Anggrek Tebu
Grammatophilum Speciossum
10
Merak
Pavo Meleaens
Anggrek Kasut Berbulu
Paphiopedillum
11
Glatik Kaci
Psaltri Exilis
Bunga Bangkai Jangkung
Amorphophalus Decusilvae
12
Burung Madu Srigati
Nectarinia Jugularis
Raflesia, Bunga Padma
Raflesia Spp
13
Kucing Hutan
Felix Bengalensis
Pulau Dandak
Rauwolfia Spp
14
Kijang
Muntiacus Muntjak
Kenari raja
Canarium comune
15
Burung Jalak Putih
Sturnus Melanopterus
Bambu ori dan petung
-
16
Harimau Jawa
Panthera Tigris
Damar
Adapis Damara
17
Burung Hantu
Melipnaga Furnigatus
Kepel
Silo corpus burahai
18
Kuntul Kerbau
Bubulcus Ibis
Nyamplung
Inopulen canopilum
E.     Peran serta Masyarakat
a.      Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM)
Sejak Tahun 2003 Pemerintah Kabupaten
Ngawi telah melaksanakan upaya konservasi dan pengelolaan hutan dengan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang melibatkan multisektor yaitu : Pemerintah Kabupaten Ngawi, PT. Perhutani, LSM dan masyarakat yang dikukuhkan dengan nota kesepahaman bersama (MOU) sejak tahun 2003 hingga Tahun 2007. Kegiatan tersebut rencananya akan diseluruh wilayah administratif Kabupaten Ngawi khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Hingga saat ini telah terhimpun sebanyak 92 kelompok masyarakat yang tersebar di 16 kecamatan yang turut serta melaksanakan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Sebaran kelompok masyarakat yang turut serta dalam program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyrakat dapat dilihat pada tabel 5.  di bawah ini .
Tabel 5. Rekapitulasi Kelompok, Anggota dan Luas Lahan Kegiatan
Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
No
Kecamatan
Jumlah Kelompok
Jumlah Anggota (Jiwa)
Luas Lahan Kegiatan (Ha)
1
Sine
10
1696
1152.6
2
Ngrambe
8
1117
1026.5
3
Jogorogo
8
907
703.5
4
Kendal
3
1010
1631.8
5
Gerih
2
290
181.9
6
Pitu
9
1811
4727.2
7
Widodaren
10
2765
3949.6
8
Karangjati
2
930
1194.3
9
Paron
3
989
882.9
10
Bringin
8
2826
2488.2
11
Padas
3
1299
539.7
12
Kedunggalar
8
2486
3006.6
13
Mantingan
6
1778
2283.7
14
Ngawi
2
608
319.1
15
Kasreman
3
2224
868.3
16
Karanganyar
7
1829
6140.4
Total
24,565
31,096
Sumber : Daftar Desa, Hutan, Anggota dan Luas Pangkuan Hutan Kabupaten Ngawi.
b.    Peningkatan Ekonomi Masyarakat.
Upaya Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat adalah dengan cara melakukan pemasaran produk hasil swadaya masyarakat kepada perusahaan dan instansi terkait. Salah satu contoh kebijakan dari upaya tersebut adalah dengan sosialisasi kepada PT. Perhutani, dan perkebunan yang berada di Wilayah kabupaten Ngawi untuk menggunakan pupuk organik yang diproduksi oleh masyarakat yang benar-benar idea yang BestFast.
F.     Kegiatan Penghijauan
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesesuian fungsi lahan dan pentingnya pelestarian sumber air untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan menjadi momentum untuk Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk memberdayakan mesyarakat. Kegiatan tersebut telah dilakukan sejak Tahun 2003 dan terus berkelanjutan. Salah satu contoh lokasi kegiatan yang dilakukan ada di waduk Sangiran, dimana pada Tahun 2003 sekitar waduk merupakan lahan kritis dengan pengelolaan yang tidak baik. Pada gambar setelah dilakukan penanaman tanaman Janis jati dan mahoni.
Kegiatan penambahan tutupan vegetasi lainnya dilakukan melalui upaya reboisasi dengan menerapkan pengelolaan berbasis masyarakat dan multisektoral. Pembiayaan program tersebut bersumber dari APBD Dinas Lingkungan Hidup Pertambangam Dan Energi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta bantuan Provinsi lewat Badan pengendalian dampak lingkungan hidup, serta peran masyarakat luas yang bergerak cepat dan tepat,  dengan Jumlah pohon dan luasan lahan yang telah dilakukan penanaman pada Tahun 2005 dan 2006 dijelaskan pada tabel  6.  di bawah ini
Tabel 6 : uasan Kegiatan Penanaman dan Jumlah Pohon di Kabupaten Ngawi.
   No
Lokasi
Tahun 2005
Tahun 2006
Luas (Ha)
Jml. Pohon
Luas (Ha)
Jml. Pohon
    1
Sine
612
611.873
728
728.123
    2
Ngrambe
800
799.600
882
882.100
    3
Jogorogo
490
488.871
656
656.031
    4
Kendal
512
511.675
628
627.925
    5
Geneng
512
511.615
256
255.808
    6
Gerih
256
255.808
256
255.808
    7
Kwadungan
87
86.710
106
106.210
    8
Pangkur
155
155.480
168
168.480
    9
Karangjati
41
41.461
108
107.711
   10
Bringin
308
308.440
374
374.490
   11
Padas
472
471.845
288
288.423
   12
Kasreman
273
273.423
247
247.173
   13
Ngawi
676
675.982
792
792.232
   14
Paron
398
398.093
398
398.093
   15
Kedunggalar
90
90.400
140
140.400
   16
Pitu
401
400.500
483
483.000
   17
Widodaren
97
96.925
172
171.925
   18
Mantingan
342
341.900
342
341.900
   19
Karanganyar
591
590.950
673
63.450
Jumlah
7.113
7.111.261
7.697
7.699.282
G.    Manajemen Pemerintah Kabupaten
APBD Kabupaten Ngawi tahun 2007 Sebesar 588.238.249.732, dan dialokasikan pada  satuan kerja Lingkungan hidup sebesar Rp. 1.587.782.000 untuk konservasi sumberdaya air dan anggaran sebesar Rp 893.750.000 sedangkan kegiatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) sejak Tahun 2003 yang bersumber dari Anggaran Pembangunan pada APBN dan APBD. Dalam upaya konservasi sumberdaya alam Pemerintah Kabupaten Ngawi telah mengaluarkan kebijakan yang diatur dalam Keputusan Bupati dan program-program seperti pada kegiatan pada satuan kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi.
Sudah barang tentu bisa  mendukung untuk menghambat pemanasan global yang  saat sekarang sudah kita rasakan bersama dampaknya., untuk memberikan gambaran yang teduh bias kita contoh lingkungan di Sumber air Ngudal desa Karangtengah Prandon Kecamatan Ngawi.
Kabupaten Ngawi yang sudah mempunyai Peraturan Daerah no 2 tahun 1996 yang mengatur Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah terbaru yang di sahkan oleh DPRD akhir tahun 2008 yang mengatur Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta banyak regulasi lainnya yang mendukung Ngawi dalam berperan menyongsong “Menuju Indonesia Hijau”, serta bagamana program dan kegiatan selanjutnya tergantung dengan semua yang berkepentingan dan atau stakeholder dalam menerjemahkan kebijakan yang pro lingkungan hidup, tentunya melalui berjuang dengan “Bersemangat” tinggi dalam menerjemahkan dan mengaplikasikan kebijakan terbut dalam meningkatkan kesejahteraan masayarakat yang tanggap terhadap Lingkungan hidup.
Selain itu Pemerintah Kabupaten Ngawi harus mengambil tindakan Bijaksana terkait dengan adanya Undang-Undang baru terkait dengan Lingkungan Hidup, yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaah Lingkungan Hidup






BAB V
PENUTUP

 5.1 KESIMPULAN
Begitu banyaknya masalah yang terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup tekait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya.
Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.

5.2   SARAN
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

1.  Baiquni, M dan Susilawardani, 2002. Pembangunan yang tidak Berkelanjutan, Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia. Transmedia Global Wacana, Yogyakarta.
2.  Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
3.  Slaymaker, O and Spencer, T., 1998. Physical Geography and Global Environmental Change.Addison Wesley Longman Limited, Edinburh Gate, Harlow.
4.  Miller. G.T. Jr. 1995. Environmental Science Sustaining the Earth. Wadsworth Publishing Co.Belmont.
5.  Bab I dan II, 2012, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Ngawi Tahun Anggaran 2011,.
6.  Ir. Soehandoko, M.M, http://www.arifast.com/peran-ngawi-dalam-menyonsong-menuju-indonesia-hijau-mih/